Assalaamu'Alaikum Wr. Wb.

Selamat datang Di MTs. Negeri Slawi Kabupaten Tegal, Menyiapkan generasi muda beriman, berilmu, beramal dan berakhlak.

Ustadz Pilihan

Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan mumpuni, siap meluangkan waktu untuk membantu siswa-siswinya.

Praktek Mengurus Jenazah

Siswa-siswi dilatih untuk mengurus jenazah, dari memandikan, mengkafani, menyolati dan mengubur jenajah.

Latihan Manasik Haji

Pemahaman keagamaan dilakukan melalui teori dan kegiatan praktikum.

Kegiatan Ekstrakurikuler

Berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler dan keagamaan, untuk menjaga ketahanan phisik dan mental siswa.

Drum Band MTsN Slawi

Drum Band MTs. Negeri Slawi selalu berkiprah dalam setiap perayaan HUT Kemerdekaan RI dan even-even lain.

Pramuka MTsN Slawi

Pramuka MTs. Negeri Slawi membekali para siswa keterampilan sosial dan jiwa patriotisme.

Prestasi Siswa

Memberi kesempatan siswa untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan keterampilan yang dimiliki.

Bording School

Program baru, Bording School akan dibuka pada Tahun Pelajaran 2016/2017.

26/04/10

Model Pembelajaran Inovatif, Bagaimana??? (2)

Posting ini merupakan lanjutan dari makalah terdahulu, yang penyajiannya telah sampai pada pengertian model pembelajaran dan contoh model pembelajaran yang memiliki kecenderungan berlandaskan paradigma konstruktivistik, yaitu: model reasoning and problem solving, model inquiry training, model problem-based instruction, model pembelajaran perubahan konseptual, dan model group investigation.

2.2 Model Inquiry Training
Untuk model ini, terdapat tiga prinsip kunci, yaitu pengetahuan bersifat tentatif, manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan manusia mengembangkan indivuality secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingkan siswa melakukan eksplorasi, dan yang ketiga—kemandirian, akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah.

Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran (Joyce & Weil, 1980), yaitu: (1) menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang saling bertentangan), (2) menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa tampilnya masalah), (3) mengkaji data dan eksperimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan hipotesis), (4) mengorganisasikan, merumuskan, dan menjelaskan, dan (5) menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif.

Sistem sosial yang mendukung adalah kerjasama, kebebasan intelektual, dan kesamaan derajat. Dalam proses kerjasama, interaksi siswa harus didorong dan digalakkan. Lingkungan intelektual ditandai oleh sifat terbuka terhadap berbagai ide yang relevan. Partisipasi guru dan siswa dalam pembelajaran dilandasi oleh paradigma persamaan derajat dalam mengakomodasikan segala ide yang berkembang.

Prinsip-prinsip reaksi yang harus dikembangkan adalah: pengajuan pertanyaan yang jelas dan lugas, menyediakan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki pertanyaan, menunjukkan butir-butir yang kurang sahih, menyediakan bimbingan tentang teori yang digunakan, menyediakan suasana kebebasan intelektual, menyediakan dorongan dan dukungan atas interaksi, hasil eksplorasi,formulasi, dan generalisasi siswa.

Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses intelektual, strategi penelitian, dan masalah yang menantang siswa untuk melakukan penelitian. Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah strategi penelitian dan semangat kreatif. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.

2.3 Model Problem-Based Instruction
Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik (Arends et al., 2001). Dalam pemrolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.

Model problem-based instruction memiliki lima langkah pembelajaran (Arend et al., 2001), yaitu: (1) guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan (masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua, atau tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi siswa), (2) guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan surve dan pengukuran), (3) guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa rasionalnya), (4) pengorganisasian laporan (makalah, laporan lisan, model, program komputer, dan lain-lain), dan (5) presentasi (dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan administator dan anggota masyarakat).

Sistem sosial yang mendukung model ini adalah: kedekatan guru dengan siswa dalam proses teacher-asisted instruction, minimnya peran guru sebagai transmitter pengetahuan, interaksi sosial yang efektif, latihan investigasi masalah kompleks. Prinsip reaksi yang dapat dikembangkan adalah: peranan guru sebagai pembimbing dan negosiator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan selama proses pendefinisian dan pengklarifikasian masalah. Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, artikel, jurnal, kliping, peralatan demonstrasi atau eksperimen yang sesuai, model analogi, meja dan korsi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.

Dampak pembelajaran adalah pemahaman tentang kaitan pengetahuan dengan dunia nyata, dan bagaimana menggunakan pengetahuan dalam pemecahan masalah kompleks. Dampak pengiringnya adalah mempercepat pengembangan self-regulated learning, menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, dan efektif dalam mengatasi keragaman siswa.

2.4 Model Pembelajaran Perubahan Konseptual
Pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang sesungguhnya berasal dari pengetahuan yang secara spontan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan. Sementara pengetahuan baru dapat bersumber dari intervensi di sekolah yang keduanya bisa konflik, kongruen, atau masing-masing berdiri sendiri. Dalam kondisi konflik kognitif, siswa dihadapkan pada tiga pilihan, yaitu: (1) mempertahankan intuisinya semula, (2) merevisi sebagian intuisinya melalui proses asimilasi, dan (3) merubah pandangannya yang bersifat intuisi tersebut dan mengakomodasikan pengetahuan baru.

Perubahan konseptual terjadi ketika siswa memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar terjadi proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran (Brook & Brook, 1993). Ini berarti bahwa mengajar bukan melakukan transmisi pengetahuan tetapi memfasilitasi dan memediasi agar terjadi proses negosiasi makna menuju pada proses perubahan konseptual (Hynd, et al,. 1994). Proses negosiasi makna tidak hanya terjadi atas aktivitas individu secara perorangan, tetapi juga muncul dari interaksi individu dengan orang lain melalui peer mediated instruction. Costa (1999:27) menyatakan meaning making is not just an individual operation, the individual interacts with others to construct shared knowledge.

Model pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah pembelajaran (Santyasa, 2004), yaitu: (1) Sajian masalah konseptual dan kontekstual, (2) konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut, (3) konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh tandingan, (4) konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah, (5) konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual, (6) konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan pengetahuan secara bermakna. Sistem sosial yang mendukung model ini adalah: kedekatan guru sebagai teman belajar siswa, minimnya peran guru sebagai transmiter pengetahuan, interaksi sosial yang efektif, latihan menjalani learning to be.

Prinsip reaksi yang dapat dikembangkan adalah: peranan guru sebagai fasilitator, negosiator, konfrontator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan atau tertulis melalui pertanyaan-pertanyaan resitasi dan konstruksi. Pertanyaan resitasi bertujuan memberi peluang kepada siswa memangil pengetahuan yang telah dimiliki dan pertanyaan konstruksi bertujuan memfasilitasi, menegosiasi, dan mengkonfrontasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru. Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, peralatan demonstrasi atau bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education (Arends, 1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob, et al., 1996), adalah: (1) siswa hendaknya aktif, learning by doing; (2) belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik; (3) pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap; (4) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa; (5) pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting; (6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.

Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group-investigation yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi (Arends, 1998). Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin, 1995), yaitu: (1) grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan), (2) planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, apa tujuannya), (3) investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi), (4) organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis), (5) presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan), dan (6) evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.

Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan. Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan guru terkait dengan proses pemecahan masalah berkenaan dengan kemampuan meneliti apa hakikat dan fokus masalah. Pengelolaan ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi yang diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh informasi tersebut.

Pemaknaan perseorangan berkenaan dengan inferensi yang diorganisasi oleh kelompok dan bagaimana membedakan kemampuan perseorangan. Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, peralatan penelitian yang sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu. Sebagai dampak pembelajaran adalah pandangan konstruktivisme tentang pengetahuan, penelitian yang berdisiplin, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam. Sebagai dampak pengiring pembelajaran adalah hormat terhadap HAM dan komitmen dalam bernegara, kebebasan sebagai siswa, penumbuhan aspek sosial, interpersonal, dan intrapersonal.

3. Kesimpulan
Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk membantu guru dan siswa dalam mengkreasi, menata, dan mengorganisasi pembelajaran sehingga memungkinkan peristiwa belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan belajar.

Model pembelajaran sangat diperlukan untuk memandu proses belajar secara efektif. Model pembelajaran yang efektif adalah model pembelajaran yang memiliki landasan teoretik yang humanistik, lentur, adaptif, berorientasi kekinian, memiliki sintak pembelajaran yang sedehana, mudah dilakukan, dapat mencapai tujuan dan hasil belajar yang disasar.

Model pembelajaran yang dapat diterapkan pada bidang studi hendaknya dikemas koheren dengan hakikat pendidikan bidang studi tersebut. Namun, secara filosofis tujuan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi siswa dalam penumbuhan dan pengembangan kesadaran belajar, sehingga mampu melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam memecahkan masalah kehidupan di dunia nyata. Model-model pembelajaran yang dapat mengakomodasikan tujuan tersebut adalah yang berlandaskan pada paradigma konstruktivistik sebagai paradigma alternatif.

Model problem solving and reasoning, model inquiry training, model problembased instruction, model conceptual change instruction, model group investigation, dan masih banyak lagi model-model yang lain yang berlandaskan paradigma konstruktivistik, adalah model-model pembelajaran alternatif yang sesuai dengan hakikat pembelajaran humanis populis.


Daftar Rujukan

Ardhana, W. 2000. Reformasi pembelajaran menghadapi abad pengetahuan. Makalah. Disajikan dalam Seminar dan Diskusi Panel Nasional Teknologi Pembelajaran V, tanggal 7 Oktober 2000, di UM.
Arends, R. I., Wenitzky, N. E., & Tannenboum, M. D. 2001. Exploring teaching: An introduction to education. New York: McGraw-Hill Companies.
Brooks, J.G. & Martin G. Brooks. 1993. In search of understanding: The case for constructivist classrooms. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.
Burden, P. R., & Byrd, D. M. 1996. Method for effective teaching, second edition. Boston: Allyn and Bacon.
Gunter, M. A., Estes, T. H., & Schwab, J. H. 1990. Instruction: A models approach. Boston: Allyn and Bacon.
Hynd, C.R., Whorter, J.Y.V., Phares, V.L., & Suttles, C.W. 1994. The rule of instructional variables in conceptual change in high school physics topics. Journal of Research In Science Teaching. 31(9). Pp.933-946.
Jacobs, G.M., Lee, G.S, & Ball, J. 1996. Learning Cooperative Learning via Cooperative Learning: A Sourcebook of Lesson Plans for Teacher Edu-cation on Cooperative Learning. Singapore: SEAMEO Regional Language Center.
Joyce, B., & Weil, M. 1980. Model of teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Kuhn, T. S. 2002. The structure of scientific revolution. Diterjemahkan oleh: Tjun Surjaman. Bandung: P. T. Remaja Rosdakarya.
Santyasa, I W. 2003. Pendidikan, pembelajaran, dan penilaian berbasis kompetensi. Makalah. Disajikan dalam seminar Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja, 27 Februari 2003, di Singaraja.
Santyasa, I W. 2003. Pembelajaran fisika berbasis keterampilan berpikir sebagai alternatif implementasi KBK. Makalah. Disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran, 22-23 Agustus 2003, Di Hotel Inna Garuda Yogyakarta.
Santyasa, I W. 2004. Pengaruh model dan seting pembelajaran terhadap remediasi miskonsepsi, pemahaman konsep, dan hasil belajar fisika pada siswa SMU. Disertasi (tidak dipublikasikan). Program Doktor Teknologi Pembelajaran Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Slavin, R. E. 1995. Cooperative learning. Second edition. Boston: Allyn and Bacon.

25/04/10

Model Pembelajaran Inovatif, Bagaimana???

Makalah ini menyajikan tiga bagian pokok tentang pembelajaran, yaitu (1) Pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik, (2) Model-Model Pembelajaran, dan (3) Penutup. Model-model pembelajaran tersebut, adalah model problem solving dan reasoning, model inquiry training, model problem based instruction, model pembelajaran perubahan konseptual, model group investigation



Model Pembelajaran Inovatif, Bagaimana???

Makalah ini menyajikan tiga bagian pokok tentang pembelajaran, yaitu (1) Pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik, (2) Model-Model Pembelajaran, dan (3) Penutup. Model-model pembelajaran tersebut, adalah model problem solving dan reasoning, model inquiry training, model problem based instruction, model pembelajaran perubahan konseptual, model group investigation

1. Pembelajaran menurut Paradigma Konstruktivistik
Sebuah paradigma yang mapan yang berlaku dalam sebuah sistem boleh jadi mengalami malfungsi apabila paradigma tersebut masih diterapkan pada sistem yang telah mengalami perubahan. Paradigma yang mengalami anomali tersebut cenderung menimbulkan krisis. Krisis tersebut akan menuntut terjadinya revoluasi ilmiah yang melahirkan paradigma baru dalam rangka mengatasi krisis yang terjadi (Kuhn, 2002).

Paradigma konstruktivistik tentang pembelajaran merupakan paradigma alternatif yang muncul sebagai akibat terjadinya revolusi ilmiah dari sistem pembelajaran yang cenderung berlaku pada abad industri ke sistem pembelajaran yang semestinya berlaku pada abad pengetahuan sekarang ini. Menurut paradigma konstruktivistik, ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang dimediasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga cenderung bersifat subyektif. Belajar menurut pandangan ini lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi. Belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peistiwa belajar dan hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dibangun secara personal. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, yang semuanya ditujukan untuk memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin sempurna.

Paradigma konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan modelmodel yang dibangkitkan oleh siswa sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3) menghargai pandangan siswa, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa, (5) menilai pembelajaran secara kontekstual. Hal yang lebih penting, bagaimana guru mendorong dan menerima otonomi siswa, investigasi bertolak dari data mentah dan sumber-sumber primer (bukan hanya buku teks), menghargai pikiran siswa, dialog, pencarian, dan teka-teki sebagai pengarah pembelajaran.

Secara tradisional, pembelajaran telah dianggap sebagai bagian “menirukan”suatu proses yang melibatkan pengulangan siswa, atau meniru-niru informasi yang baru disajikan dalam laporan atau quis dan tes. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih diutamakan untuk membantu siswa dalam menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru.

Untuk menginternalisasi serta dapat menerapkan pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik, terlebih dulu guru diharapkan dapat merubah pikiran sesuai dengan pandangan konstruktivistik. Guru konstruktivistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Menghargai otonomi dan inisiatif siswa.
2. Menggunakan data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.
3. Mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi, mengananalisis, memprediksi, dan mengkreasi dalam mengerjakan tugas.
4. Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah model atau strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.
5. Menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum sharing pemahamannya tentang konsep-konsep tersebut.
6. Menyediakan peluang kepada siswa untuk berdiskusi baik dengan dirinya maupun dengan siswa yang lain.
7. Mendorong sikap inquiry siswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka untuk berpikir kritis dan berdiskusi antar temannya.
8. Mengelaborasi respon awal siswa.
9. Menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong diskusi.
10. Menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa dalam memikirkan dan mengerjakan tugas-tugas.
11. Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa melalui penggunaan model pembelajaran yang beragam.

1.1 Tujuan dan Hasil Belajar
Seirama dengan kesesuaian penerapan paradigma desain pembelajaran, tidak terlepas pula dalam penetapan tujuan belajar yang disasar dan hasil belajar yang diharapkan. Tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik mendasarkan diri pada tiga fokus belajar, yaitu: (1) proses, (2) tranfer belajar, dan (3) bagaimana belajar.

Fokus yang pertama—proses, mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk mempersepsi apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar. Nilai tersebut didasari oleh asumsi, bahwa dalam belajar, sesungguhnya siswa berkembang secara alamiah. Oleh sebab itu, paradigma pembelajaran hendaknya mengembalikan siswa ke fitrahnya sebagai manusia dibandingkan hanya menganggap mereka belajar hanya dari apa yang dipresentasikan oleh guru. Implikasi nilai tersebut melahirkan komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan berpusat pada kurikulum menuju pendidikan berpusat pada siswa.

Dalam pendidikan berpusat pada siswa, tujuan belajar lebih berfokus pada upaya bagaimana membantu para siswa melakaukan revolusi kognitif. Model pembelajaran perubahan konseptual (Santyasa, 2004) merupakan alternatif strategi pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang fokus pada proses pembelajaran adalah suatu nilai utama pendekatan konstruktivstik.

Fokus yang kedua—transfer belajar, mendasarkan diri pada premis “siswa dapat menggunakan dibandingkan hanya dapat mengingat apa yang dipelajari”. Satu nilai yang dapat dipetik dari premis tersebut, bahwa meaningful learning harus diyakini memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan rote learning, dan deep understanding lebih baik dibandingkan senseless memorization. Konsep belajar bermakna sesungguhnya telah dikenal sejak munculnya psikologi Gestal dengan salah satu pelopornya Wertheimer (dalam Mayer, 1999). Sebagai tanda pemahaman mendalam adalah kemampuan mentransfer apa yang dipelajari ke dalam situasi baru.

Fokus yang ketiga—bagimana belajar (how to learn) memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan dengan apa yang dipelajari (what to learn). Alternatif pencapaian learning how to learn, adalah dengan memberdayakan keterampilan berpikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan fasilitas belajar untuk ketarampilan berpikir. Belajar berbasis keterampilan berpikir merupakan dasar untuk mencapai tujuan belajar bagaimana belajar (Santyasa, 2003).

Desain pembelajaran yang konsisten dengan tujuan belajar yang disasar tersebut tentunya diupayakan pula untuk mencapai hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Paradigma tentang hasil belajar yang berasal dari tujuan belajar kekinian tersebut hendaknya bergeser dari no learning dan rote learning menuju constructivistic learning. No learning, miskin dengan retensi, transfer, dan hasil belajar. Siswa tidak menyediakan perhatian terhadap informasi relevan yang diterimanya. Rote learning, hanya mampu mengingat informasi-informasi penting dari pelajaran, tetapi tidak bisa menampilkan unjuk kerja dalam menerapkan informasi tersebut dalam memecahkan masalah-masalah baru. Siswa hanya mampu menambah informasi dalam memori.

Constructivist learning dapat menampilkan unjuk kerja retensi dan transfer. Siswa mencoba membuat gagasan tentang informasi yang diterima, mencoba mengembangkan model mental dengan mengaitkan hubungan sebab akibat, dan menggunakan proses-proses kognitif dalam belajar. Proses-proses kognitif utama meliputi penyediaan perhatian terhadap informasi-informasi yang relevan dengan selecting, mengorganisasi infromasiinformasi tersebut dalam representasi yang koheren melalui proses organizing, dan mengintegrasikan representasi-representasi tersebut dengan pengetahuan yang telah ada di benaknya melalui proses integrating. Hasil-hasil belajar tersebut secara teoretik menjamin siswa untuk memperoleh keterampilan penerapan pengetahuan secara bermakna.


1.2 Peranan Guru dalam Pembelajaran
Menurut hasil forum Carnegie tentang pendidikan dan ekonomi (Arend et al., 2001), di abad informasi ini terdapat sejumlah kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dalam pembelajaran. Kemampuan-kemampuan tersebut, adalah memiliki pemahaman yang baik tentang kerja baik fisik maupun sosial, memiliki rasa dan kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, memiliki kemampuan membantu pemahaman siswa, memiliki kemampuan mempercepat kreativitas sejati siswa, dan memiliki kemampuan kerja sama dengan orang lain. Para guru diharapkan dapat belajar sepanjang hayat seirama dengan pengetahuan yang mereka perlukan untuk mendukung pekerjaannya serta menghadapi tantangan dan kemajuan sains dan teknologi. Guru tidak diharuskan memiliki semua pengetahuan, tetapi hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang mereka perlukan, di mana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Para guru diharapkan bertindak atas dasar berpikir yang mendalam, bertindak independen dan kolaboratif satu sama lain, dan siap menyumbangkan pertimbangan-pertimbangan kritis.

Para guru diharapkan menjadi masyarakat memiliki pengetahuan yang luas dan pemahaman yang mendalam. Di samping penguasaan materi, guru juga dituntut memiliki keragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam. Apabila konsep pembelajaran tersebut dipahami oleh para guru, maka upaya mendesain pembelajaran bukan menjadi beban, tetapi menjadi pekerjaan yang menantang.

Konsep pembelajaran tersebut meletakkan landasan yang meyakinkan bahwa peranan guru tidak lebih dari sebagai fasilitator, suatu posisi yang sesuai dengan pandangan konstruktivistik. Tugas sebagai fasilitator relatif lebih berat dibandingkan hanya sebagai transmiter pembelajaran. Guru sebagai fasilitator akan memiliki konsekuensi langsung sebagai perancah, model, pelatih, dan pembimbing.

Di samping sebagai fasilitator, secara lebih spesifik peranan guru dalam pembelajaran adalah sebagai expert learners, sebagai manager, dan sebagai mediator. Sebagai expert learners, guru diharapkan memiliki pemahaman mendalam tentang materi pembelajaran, menyediakan waktu yang cukup untuk siswa, menyediakan masalah dan alternatif solusi, memonitor proses belajar dan pembelajaran, merubah strategi ketika siswa sulit mencapai tujuan, berusaha mencapai tujuan kognitif, metakognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Sebagai manager, guru berkewajiban memonitor hasil belajar para siswa dan masalah- masalah yang dihadapi mereka, memonitor disiplin kelas dan hubungan interpersonal, dan memonitor ketepatan penggunaan waktu dalam menyelesaikan tugas. Dalam hal ini, guru berperan sebagai expert teacher yang memberi keputusan mengenai isi, menseleksi proses-proses kognitif untuk mengaktifkan pengetahuan awal dan pengelompokan siswa. Sebagai mediator, guru memandu mengetengahi antar siswa, membantu para siswa memformulasikan pertanyaan atau mengkonstruksi representasi visual dari suatu masalah, memandu para siswa mengembangkan sikap positif terhadap belajar, pemusatan perhatian, mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan awal, dan menjelaskan bagaimana mengaitkan gagasan-gagasan para siswa, pemodelan proses berpikir dengan menunjukkan kepada siswa ikut berpikir kritis.

Terkait dengan desain pembelajaran, peran guru adalah menciptakan dan memahami sintaks pembelajaran. Penciptaan sintaks pembelajaran yang berlandaskan pemahaman akan mempermudah implementasi pembelajaran oleh guru lain atau oleh siswa itu sendiri. Sintaks pembelajaran adalah langkah-langkah operasional yang dijabarkan berdasarkan teori desain pembelajaran. Sintaks pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik acap kali mengalami adaptasi sesuai dengan kebutuhan. Hal ini menjadi penting untuk menyempurnakan sintaks yang rekursif, fleksibel, dan dinamis.

1.3 Penggubahan Lingkungan dan Sumber Belajar
Salah satu asas pembelajaran yang harus dipahami adalah “membawa dunia siswa ke dunia guru dan menghantarkan dunia guru ke dunia siswa”. Tujuannya, adalah untuk mengenali potensi siswa dan memberdayakan potensi tersebut sehingga melahirkan pencerahan bagi siswa itu sendiri. Alternatif upaya pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan penggubahan lingkungan dan sumber belajar. Termasuk lingkungan belajar adalah sekolah, keluarga, masyarakat, pramuka, dan media masa. Termasuk sumber belajar adalah guru, orang tua, teman dewasa, teman sebaya, bahan, alat, dan lingkungan itu sendiri. Sumber belajar ada yang dirancang khusus untuk pembelajaran (by design) dan ada pula yang bukan dirancang khusus untuk pembelajaran, tetapi dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran (by utilization). Oleh karena pembelajaran merupakan kegiatan rekayasa supaya terjadi peristiwa belajar, maka penggubahan lingkungan dan sumber belajar di sini adalah terkait dengan upaya guru memfasilitasi siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan dan sumber belajar tersebut. Upaya ini dilakukan baik pembelajaran harus terjadi di dalam kelas atau di luar kelas. Jika pembelajaran terjadi di kelas, sifat-sifat kelas yang cenderung multidimensi, keserentakan, kesegeraan, memunculkan kejadian yang tak dapat diramalkan harus dipahami oleh guru agar terjadi interaksi yang efektif dalam proses pembelajaran.

2. Model Pembelajaran
Gunter et al (1990:67) mendefinisikan an instructional model is a step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes. Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. An instructional strategy is a method for delivering instruction that is intended to help students achieve a learning objective (Burden & Byrd, 1999:85).

Selain memperhatikan rasional teoretik, tujuan, dan hasil yang ingin dicapai, model pembelajaran memiliki lima unsur dasar (Joyce & Weil (1980), yaitu (1) syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran, (2) social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran, (3) principles of reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa, (4) support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran, dan (5) instructional dan nurturant effects—hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar (instructional effects) dan hasil belajar di luar yang disasar (nurturant effects).

Berikut diberikan lima contoh model pembelajaran yang memiliki kecenderungan berlandaskan paradigma konstruktivistik, yaitu: model reasoning and problem solving, model inquiry training, model problem-based instruction, model pembelajaran perubahan konseptual, dan model group investigation.

2.1 Model Reasoning and Problem Solving
Di abad pengetahuan ini, isu mengenai perubahan paradigma pendidikan telah gencar didengungkan, baik yang menyangkut content maupun pedagogy. Perubahan tersebut meliputi kurikulum, pembelajaran, dan asesmen yang komprehensif (Krulik & Rudnick, 1996). Perubahan tersebut merekomendasikan model reasoning and problem solving sebagai alternatif pembelajaran yang konstruktif. Rasionalnya, bahwa kemampuan reasoning and problem solving merupakan keterampilan utama yang harus dimiliki siswa ketika mereka meninggalkan kelas untuk memasuki dan melakukan aktivitas di dunia nyata.

Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi), yang meliputi: basic thinking, critical thinking, dan creative thinking. Termasuk basic thinking adalah kemampuan memahami konsep. Kemampuan-kemapuan critical thinking adalah menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi aspek-aspek yang fokus pada masalah, mengumpulkan dan mengorganisasi informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengasosiasikan informasi yang dipelajari sebelumnya, menentukan jawaban yang rasional, melukiskan kesimpulan yang valid, dan melakukan analisis dan refleksi. Kemampuan-kemampuan creative thinking adalah menghasilkan produk orisinil, efektif, dan kompleks, inventif, pensintesis, pembangkit, dan penerap ide.

Problem adalah suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk menemukan jawaban dan problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah tersebut (Krulik & Rudnick, 1996). Jadi aktivitas problem solving diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning.

Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah pembelajaran (Krulik & Rudnick, 1996), yaitu: (1) membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan, (2) mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar), (3) menseleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan), (4) menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi, aljabar, dan geometri), (5) refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternatif pemecahan lain, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orisinil).

Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya peran guru sebagai transmiter pengetahuan, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan. Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat tinggi. Peran tersebut ditampilkan utamanya dalam proses siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah.

Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses berpikir dasar, kritis, kreatif, berpikir tingkat tinggi, dan strategi pemecahan masalah non rutin, dan masalah-masalah non rutin yang menantang siswa untuk melakukan upaya reasoning dan problem solving. Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, keterampilan mengunakan pengetahuan secara bermakna. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.

( Bersambung .... )

23/04/10

Apa dan Bagaimana SOP

Pada saat ini masih banyak Perusahaan yang beroperasi tanpa didukung dengan sebuah sistem yang baku. Mereka lebih banyak beroperasi berdasarkan kebiasaan apa yang sudah mereka jalankan bertahun-tahun dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaaan/ budaya perusahaan tersebut. Tidak hanya terbatas dengan perusahaan dengan skala kecil, perusahaan skala menengah dan besar pun masih ada yang belum memiliki System Operational yang baku dan dibakukan pula.

Pada umumnya juga perusahaan dengan tipe seperti ini semua system yang ada dan berlaku disana ada dan dicatat dimasing-masing kepala para key person, dimana para key person mungkin sudah bekerja lama untuk perusahaan ini.

Tetapi tidak semua perusahaan mengenyampingkan hal ini, bahkan di beberapa dan umumnya perusahaan besar mereka sudah memiliki sebuah Departemen tersendiri yang khusus mengurusi System Procedure Perusahaan tersebut. Sedangkan untuk perusahaan skala kecil dan menengah fungsi System Procedure ini terafiliasi di dalam Departemen Accounting atau ada juga yang dibawah Departemen Human Resources.

flowchart1Memang idealnya System Procedure ditangani oleh sebuah Departemen tersendiri atau setidaknya ada PIC khusus yang menanganinya, mengingat pekerjaan seorang System Procedure harus selalu melakukan review atas System yang sudah ada dan juga pengembangan System tersebut kedepannya. Bilamana perkerjaan tersebut dirangkap oleh PIC tertentu maka hasilnya tidak akan maksimal karena PIC tersebut pasti akan menyelesaikan dahulu pekerjaan utamanya baru kemudian dia akan melakukan review system yang ada. Selain itu ada anggapan PIC tersebut akan membuat system yang lebih menguntungkan departemennya sendiri. Hal ini berbeda bilamana pekerjaan ini ditangani oleh PIC khusus, seorang yang menjabat posisi System Procedure harus mementingkan sisi perusahaan dan Internal Control, tidak memihak departemen tertentu dalam menyiapkan suatu System Prosedure. Ia harus berada di posisi tengah dan harus bisa menjadi seorang mediator antar Departemen agar operasional perusahaan dapat berjalan dengan lancar dan tentunya tidak mengeyampingkan fungsi dari Internal Control yang baik pula.

TANGGAPAN UMUM KARYAWAN AKAN SOP

1. Tambah Pekerjaan, terkesan dengan adanya SOP pekerjaan administrasi akan semakin banyak. Tanggapan semacam ini bisa saja benar bilamana cara-cara dan administrasi lama tetap dipertahankan dan ditambah lagi dengan System baru pada SOP. Jadi seorang karyawan akan melakukan 2 macam cara kerja untuk mencapai suatu tujuan. Sebaiknya tinggalkan cara kerja lama dan beralihlah ke SOP yang sudah disetujui dan disepakati bersama pengaplikasiannya.
2. SOP Kaku/ Sakleg/ tanpa kompromi sehingga menggangu operasional Perusahaaan, SOP memang sudah dibuat baku atas kesepakatan bersama. Tetapi dalam pengaplikasiannya bisa saja terbentur oleh Kebijakan dalam SOP tersebut, oleh karena itu dalam pembuatan SOP tentunya Kita harus memikirkan pengecualian yang timbul bila kebijakan dalan SOP tidak dapat dipenuhi dan biasanya sudah diatur didalamnya penanggungjawabnya.
3. Kerja Takut Salah dan Tidak Percaya Diri, ada budaya di kalangan para pelaksana bahwa semua aktivitas harus benar-benar sesuai dengan SOP, sehingga bila diperlukan otorisasi maka dimintakan kepada semua pejabat berwenag (tanggung renteng) padalah dalam SOP sudah dibuatkan Surat Keputusan Otorisisi. Hal ini menjadikan alur proses dan waktu yang diperlukan untuk pengananan menjadi panjang dan lama. Sebaiknya sifat seperti ini dihindari, mengingat apa yang sudah disepakati bersama dalam SOP dapat menjadi acuan dalam operasional.


NILAI POSITIF DARI SOP


isoHal-hal positif yang dapat dirasakan dengan sudah adanya SOP di Perusahaan diantaranya :

1. Aturan Main yang Jelas, Perusahaan memiliki acuan operasional yang baku. Diharapkan aktivitas operasional akan lebih lancar karena setiap karyawan menjalankan fungsinya masing-masing dan mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tanggungjawabnya.
2. Dokumen yang digunakan sudah Standard, sehingga memudahkan setiap karyawan untuk mengingatnya. Terutama bila perusahaan tersebut besar dan memiliki banyak anak perusahaan kemungkinan seorang karyawan yang dimutasi akan mudah untuk beradaptasi.
3. Mencerminkan Perusahaan tersebut rapi dalam administrasi yang efeknya akan mengangkat image dari perusahaan tersebut.
4. Langkah kedepannya akan mempermudah perusahaan dalam memperoleh ISO (International Organization for Standarization)

FUNGSI DAN TANGGUNGJAWAB HEAD SYSTEM PROCEDURE

Sekarang marilah Kita lihat fungsi utama yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin Departemen System Procedure:

1. Menyiapkan Anggaran Departemen, Anggaran diperlukan dalam upaya untuk mewujudkan action plan Departemen
2. Merencanakan, mendesign, mengimplementasikan System Procedure yang akan dibuat. Hal ini tentunya didahului dengan tahapan lainnya seperti survei, memahami bisnis usaha, mempelajari kondisi saat ini, estimasi biaya, dan lain sebagainya.
3. Memberikan penjelasan dan menpresentasikan SOP yang dibuat. Kemampuan ini sangatlah penting terutama dalam mengakomodasi kepentingan dari beberapa Departemen yang ada.
4. Memberikan masukan untuk pengembangan System Perusahaan
5. Dapat bekerjasama dengan baik sebagai team dengan semua Departemen dalam perusahaan.


ISI MANUAL SOP

Apa saja yang harus terdapat dalam sebuah Manual SOP, mari Kita lihat satu persatu hal utama yang ada dalam sebuah SOP:

1. Persetujuan, Persetujuan disini dapat disesuaikan dengan kondisi setiap Perusahaan. Siapa saja yang harus menandatangani SOP tersebut.
2. Tujuan, untuk kepentingan apa SOP ini disiapkan
3. Definisi, Karena SOP ini bersifat umum bagi semua orang, maka definisi menjadi hal penting yang perlu distandarisasi. Semua pembaca SOP diharapkan memiliki satu pengertian yang sama untuk sebuah istilah yang ada dalam SOP tersebut.
4. Kebijakan, Aturan main untuk sebuah system juga perlu disiapkan untuk kelancaran pelaksanaan SOP tersebut.
5. Penjelasan Prosedur, yang dimaksud penjelasan disini bisa ditungkan dalam beberapa macam bentuk, ada dalam bentuk chart atau gambar, narasi, juklak (intruksi kerja sederhana). Hal ini bertujuan agar mengakomodasi semua kebutuhan pembaca SOP tersebut.
6. Lampiran, dapat juga diberikan lampiran yang berisi semua hal yang berhubungan dengan SOP tersebut, misalnya: contoh formulir, contoh laporan, dan sebagainya.


SYMBOL DALAM SOP


Symbol yang digunakan dalam SOP umumnya untuk membantu memberikan penjelasan sebuah prosedur yang dituangkan dalam bentuk Flowchart atau gambar.

SOP, Apakah Itu??


Pengertian SOP

1. Suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
2. SOP merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu.

Tujuan SOP

1. Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.
2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi
3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait.
4. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.
5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi


Fungsi :


1. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.
2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.
4. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.
5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

Kapan SOP diperlukan

1. SOP harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan
2. SOP digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah dilakukan dengan baik atau tidak
3. Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada perubahan langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja.

Keuntungan adanya SOP

1. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat komunikasi dan pengawasan dan menjadikan pekerjaan diselesaikan secara konsisten
2. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan
3. SOP juga bisa dipergunakan sebagai salah satu alat trainning dan bisa digunakan untuk mengukur kinerja pegawai.

Dalam menjalankan operasional perusahaan , peran pegawai memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat signifikan. Oleh karena itu diperlukan standar-standar operasi prosedur sebagai acuan kerja secara sungguh-sungguh untuk menjadi sumber daya manusia yang profesional, handal sehingga dapat mewujudkan visi dan misi perusahaan.

22/04/10

Make Money on Twitter

21/04/10

Metode Ceramah dan Diskusi

Tiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain.

Metode Ceramah
Dalam menggunakan metode mengajar, tidak hanya guru saja yang senantiasa berbicara seperti halnya dengan metode ceramah, melainkan mencakup pertanyaan-pertanyaan dan penyumbangan ide-ide dari pihak siswa. Cara pengajaran yang seperti ini dapat dibedakan dalam dua jenis ialah: (1) metode tanya-jawab, dan (2) metode diskusi.

Perbedaan pokok diantara metode tanya-jawab dengan metode diskusi terletak pada:
1. Corak pertanyaan yang diajukan guru.
2. Sifat pengambilan bagian yang diharapkan dari pihak siswa. Pada hakekatnya metode tanya jawab berusaha menanyakan apakah siswa telah mengetahui fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan, dalam hal lain guru juga bermaksud ingin mengetahui tingkat-tingkat proses pemikiran siswa. Melalui metode tanya-jawab guru ingin mencari jawaban yang tepat dan faktuaL Sebaliknya dengan metode diskusi, guru mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang agak berbeda sifatnya. Di sini guru merangsang siswa untuk menggunakan fakta-fakta yang telah dipelajari untuk memecahkan suatu persoalan. Pertanyaan seperti ini biasanya tidak mempunyai jawaban yang tepat dan tunggal, melainkan lebih dari sebuah jawaban.

Dari penjelasan tersebut kita ketahui bahwa metode tanya jawab mempunyai hubungan dengan metode apakah yang sedang dipakai guru metode ini sering sukar dibedakan, tujuan dan teknik masing-masing cukup mempunyai perbedaan yang besar sehingga dalam uraian ini seyogianya dibedakan.
Metode tanya-jawab digunakan dengan maksud :
a. Melanjutkan (meninjau) pelajaran yang lalu
b. Menyelingi pembicaraan untuk mendapatkan kerjasama siswa
c. Memimpin pengamatan dan pemikiran siswa.
Kelebihan dan kelemahan metode tanya-jawab :

Kelebihan :
a. Kelas lebih aktif karena siswa tidak sekedar mendengarkan saja
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya sehingga guru mengetahui hal-hal yang belum dimengerti oleh para siswa
c. Guru dapat mengetahui sampai di mana penangkapan siswa terhadap segala sesuatu yang diterangkan.
Kelemahannya :
a. Dengan tanya jawab kadang-kadang pernbicaraan menyimpang dari pokok persoalan bila dalarn mengajukan pertanyaan, siswa rnenyinggung hal-hal lain walaupun masih ada hubungannya dengan pokok yang dibicarakan. Dalarn hal ini sering tidak terkendalikan sehingga membuat persoalan baru.
b. Mernbutuhkan waktu lebih banyak.


Metode Diskusi

Metode diskusi adalah cara penyampaian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah. Dalam kehidupan modern ini banyak sekali masalah yang dihadapi oleh manusia; sedemikian kompleksnya masalah tersebut, sehingga tak mungkin hanya dipecahkan dengan satu jawaban saja, melainkan harus menggunakan segala pengetahuan yang kita miliki untuk mencari pemecahan yang terbaik. Ada kemungkinan terdapat lebih dari satu jawaban yang benar sehingga kita harus menemukan jawaban yang paling tepat diantara sekian banyak jawaban tersebut.

Kecakapan untuk rnemecahkan masalah tersebut dapat dipelajari. Untuk itu siswa harus dilatih sejak kecil. Persoalan yang kompleks sering kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat karenanya dibutuhkan pemecahan atas dasar kerjasama. Dalarn hal ini diskusi merupakan jalan yang banyak membeni kemungkinan pemecahan terbaik. Selain membeni kesempatan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, juga dalam kehidupan yang demokratis, kita diajak untuk hidup bermusyawarah, mencari keputusan keputusan atas dasar persetujuan bersama. Bagi anak-anak, latihan untuk peranan kepemimpinan serta peranan peserta dalam kehidupan di masyarakat.

Penggunaan metode diskusi :

Seperti telah disinggung di atas bahwa metode tanya-jawab dengan diskusi saling mencakup tetapi berbeda. Ada pertanyaan yang mengandung unsur diskusi, tetapi ada yang tidak. Dengan diskusi guru berusaha mengajak siswa untuk memecahkan masalah. Untuk pemecahan suatu masalah diperlukan pendapat-pendapat berdasarkan pengetahuan yang ada, dengan sendirinya kemungkinan terdapat banyak jawaban yang benar.

Pertanyaan-pertanyaan yang baik untuk metode diskusi:
1. Menguji kemungkinan jawaban yang dapat dipertahankan lebih dari sebuah.
2. Tidak menanyakan “manakah jawaban yang benar” tetapi lebih menekankan kepada “mempertimbangkan dan membandingkan”. Misalnya : Manakah kiranya yang paling baik, pemecahan mana yang mungkin lebih berhasil, manakah yang akan lebth membenikan manfaat.
3. Menarik minat siswa dan sesuai dengan taraf kemampuannya.
Peranan guru atau pemimpin diskusi:

Pimpinan diskusi dapat dipegang oleh guru sendiri, tetapi dapat juga diserahkan kepada siswa bila guru ingin memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memimpin. Kecakapan memirnpin diskusi memang harus dilatih, bila kita menginginkan keberhasilan suatu diskusi. Seseorang yang belum berpengalaman dalam suatu diskusi dapat kebingungan, apabila terjadi pembicaraan yang jauh menyimpang dari pokok persoalan. Dapat pula terjadi, seseorang yang senang berbicara akan menguasai seluruh pembicaraan sehingga tidak memberi kesempatan kepada yang lain untuk mengemukakan pendapat. Demikian pula bila diantara para peserta diskusi saling bertentangan pendapat, bagi pemimpin yang belum terampil, tidak dapat mencarikan jalan tengah sehingga diskusi berakhir tanpa adanya kesimpulan yang jelas. Bila siswa belum pernah mengenal tata cara diskusi, mereka akan berbicara secara serempak atau spontan menanggapi bila ada suatu pendapat yang menarik, juga sering beberapa siswa belum memahami persoalan, sehingga memberikan komentar yang menyimpang dan berkepanjangan. Akibatnya suasana jadi menjemukan dan tidak dapat dilihat kemajuan-kemajuan yang telah dicapai.

Pemimpin diskusi yang baik, akan sanggup dengan cepat mengambil tindakan-tindakan menghadapi ketimpangan-ketimpangan tersebut di atas. Untuk itulah para siswa perlu dilatih untuk memperoleh keterampilan memimpin yang pada hakekatnya dapat dipelajari. Prof. Dr. Winarno Surakhmad dalam bukunya “Pengantar Interaksi belajar-rnengajar” mengemukakan tiga peranan ‘pemimpin diskusi ialah sebagai:
a) Pengatur lalu lintas
b) dinding penangkis
c) penunjuk jalan.

Pemimpin sebagai pengatur lalu lintas :
Sebagai seorang pemimpin ia berhak:
 Menunjukkan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka
 Menjaga agan tidak semua anggota berbicara serempak
 Mencegah dikuasainya pembicaraan oleh orang-orang tertentu yang gemar berbicara
 Membuka kesempatan bagi para anggota yang pemalu atau pendiam untuk menyumbangkan ide-ide mereka.
 Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap pembicaraan dapat ditangkap dengan jelas oleti pendengar.
Dari peran tersebut, dapat kita lihat bahwa pemimpin akan belajar memahami sifat-sifat peserta. Ia akan belajar bagaimana mendorong anggota yang pendiam untuk ikut serta, dan bagaimana mencegah anggota yang senang berbicara dan membuka kesempatan bagi anggota lain secara merata. Di sini pemimpin harus dapat mengatur pembicaraan dengan bijaksana sehingga tidak menimbulkan rasa tertekan, marah atau rendah diri.

Pemimpin sebagai dinding penangkis :

Dalam:peran ini diibaratkan seseorang pemain tenis yang berlatih memukul bola ke dinding, selalu memantul kembali. Demikian pula pemimpin diskusi senantiasa menerima pertanyaan-pertanyaan dan para peserta dan dipantulkan kembali ke dalam kelompok. Dia sendiri tidak selalu menjawab langsung setiap pertanyaan yang penting. Bila sudah memperoleh jawaban maka jawaban tersebut dilontarkan kembali kepada para peserta untuk memintakan pendapat mereka. Pada suatu saat mungkin diskusi mengalami jalan buntu, maka pada kesempatan ini pemimpin atau guru dapat bertindak sebagai penasehat dan memberi jawaban sehingga soal-soal pokok yang sedang didiskusikan dapat di lanjutkan.

Pemimpin sebagai penujuk jalan :

Dalam suatu diskusi sering terjadi para siswa tidak menyadari struktur pokok diskusi mereka, atau tidak memahami pokok masalah yang didiskusikan sehingga mudah timbul pertanyaan-pertanyaan yang menyimpang dari garis pembicaraan. Mereka kehilangan pegangan dan tidak melihat hasil-hasil yang dicapai. Atau tidak disadari bahwa telah tiba saatnya untuk menarik kesimpulan dan menetapkan langkah-langkah. Kewajiban pemimpin diskusilah untuk memahami dengan seksama struktur diskusi yang baik sehingga ia dapat menunjukkan jalan lurus bila tenjadi penyimpangan. Dengan demikian pemimpin mempunyai kewajiban menuntun anggota dalam menentukan langkah-langkah pemecahan masalah. Langkah-langkah yang perlu dipahami dan dipakai sebagai pedoman menuntun diskusi kelas adalah:
o Apakah masalah yang dihadapi?
o Pemimpin perlu mengetahui dengan jelas permasalahan yang dihadapi. Bila penlu ditulis di papan tulis sebelum diskusi dimulai sehingga peserta senantiasa melihat tujuan diskusi dimulai sehingga peserta senantiasa melihat tujuan diskusi.
o Soal-soal penting mana yang terdapat dalam masalah itu?
o Kalau dalam diskusi terdapat pandangan yang berbeda, ada baiknya pandangan-pandangan tersebut ditulis pula. Faedahnya, siswa dapat melihat kekurangan-kekurangannya dan mencoba memperbaiki sebelum diskusi dilanjutkan. Dapat terjadi seluruh peserta tidak mengetahui dengan pasti faktor tertentu yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah. Faktor serupa ini terpaksa dicari dari sumber-sumber lain atau dari nara sumber yang mengetahui.
o Kemungkinan-kemungkinan jawaban yang bagaimana yang dapat dirumuskan oleh kelas terhadap suatu masalah?
o Selama diskusi pemimpin atau guru kelas meihat adanya sejumlah jawaban yang dianggap menupakan jawaban yang setepat-tepatnya.
o Hal manakah yang telah diterima oleh suara terbanyak sebagai persetujuan?
o Tindakan apakah yang sudah direncanakan? Siapakah yang melaksanakan dan bilamana?
Kebaikan dan kelemahan metode diskusi :

Kebaikan :
a. Siswa belajar bermusyawarah
b. Siswa mendapat kesempatan untuk menguji tingkat pengetabuan masing-masing.
c. Belajar menghargai pendapat orang lain.
d. Mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah.
Kekurangan/kelemahan :
a. Pendapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan.
b. Kesulitan dalam menyimpulkan sering menyebabkan tidak ada penyelesaian.
c. Membutuhkan waktu cukup banyak.



20/04/10

Kajian Metode Pembelajaran

Perlu diketahui bahwa tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik diantara metode-metode yang lain. Tiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain.

Adakalanya seorang guru perlu menggunakan beberapa metode dalam menyampaikan suatu pokok babasan tertentu. Dengan variasi beberapa metode, penyajian pengajaran menjadi lebih hidup. Misalnya pada awal pengajaran, guru memberikan suatu uraian dengan metode ceramah, kemudian menggunakan contoh-contoh melalui peragaan dan diakhiri dengan diskusi atau tanya-jawab. Di sini bukan hanya guru yang aktif berbicara, melainkan siswa pun terdorong untuk berpartisipasi.

Seorang guru yang pandai berpidato dengan segala humor dan variasinya, mungkin tidak mengalami kesulitan dalam berbicara, ia dapat memukau siswa dan awal sampai akhir pengajaran. Akan tetapi bagi seorang guru bicara, uraiannya akan terasa kering, untuk itu ia dapat mengatasi dengan uraian sedikit saja, diselingi tanya jawab, pemberian tugas, kerja kelompok atau diskusi sehingga kelemahan dalam berbicara dapat ditutup dengan metoda lain.

Winarno Surakhmad dalam bukunya “Pengantar interaksi belajar mengajar” menggolongkan metode metode itu menjadi dua golongan ialah: Metode interaksi secara individual dan secara kelompok. Namun perlu diketahui bahwa kiasifikasi tersebut tetap fleksibeL


Metode Ceramah

Ceramah adalah penuturan atau penerangan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Alat interaksi yang terutama dalam hal ini adalah “berbicara". Dalam ceramahnya kemungkinan guru menyelipkan pertanyaan pertanyaan, akan tetapi kegiatan belajar siswa terutama mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok pokok penting, yang dikemukakan oleh guru; bukan menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa.

Dalam lingkungan pendidikan modern, ceramah sebagai metode mengajar telah menjadi salah satu persoalan yang cukup sering diperdebatkan. Sebagian orang menolak sama sekali dengan alasan bahwa cara sebagi metode mengajar kurang efisien dan bertentangan dengan cara manusia belajar. Sebaliknya, sebagian yang mempertahankan berdalih, bahwa ceramah lebih banyak dipakai sejak dulu dan dalam setiap pertemuan di kelas guru tidak mungkin meninggalkan ceramah walaupun hanya sekedar sebagai kata pengantar pelajaran atau merupakan uraian singkat di tengah pelajaran.

Kalau kita teliti lebih lanjut, sebenarnya alasan-alasan tersebut di atas tidaklah sama sekali salah, tatapi juga tidak sama sekali benar. Hal yang sebenarnya adalah bahwa dalam situasi-situasi tertentu, metode ceramah merupakan metode yang paling baik, tetapi dalam situasi lain mungkin sangat tidak efisien. Guru yang bijaksana senantiasa menyadari kondisi-kondisi yang berhubungan situasi pengajaran yang dihadapinya, sehingga ia dapat menetapkan bilamanakah metode ceramah sewajamya digunakan, dan bilakah sebaiknya dipakai metode lain. Tidak jarang guru menunjukkan kelernahannya, karena ia hanya mengenal satu atau dua macam metode saja dan karenanya ia selalu saja menggunakan metode ceramah untuk segala macam situasi. Kelemahan ini juga Merupakan salah satu sebab mengapa metode ceramab dikritik orang, dan sering dirangkaikan dengan sifat verbalistis (kata-kata tetapi tidak mengerti artinya).

Situasi di bawah ini sesuai untuk penggunaan metode ceramah:
a. Kalau guru akan menyampaikan fakta atau pendapat dimana tidak terdapat bahan bacaan yang merangkum fakta yang dimaksud. Sebagai contob: di suatu kelas SMP, guru mengajarkan Sejarah terbentuknya candi Borobudur. Di perpustakaan sekolah tidak tersedia bukti yang menggambarkan sejarah candi tersebut. Maka tepatlah bila guru memberikan penjelasan dengan metode ceramah.

b. Jika guru akan menyampaikan pengajaran kepada sejumlah siswa yang besar (misalnya sekitar 75 orang atau lebih), maka metode ceramah Iebih efisien dari pada metode lain seperti diskusi, demonstrasi atau eksperimen. Sebab dengan diskusi, guru harus mengatur slswa berkelompok dengan mengubah susunan kursi, sudah tentu dibutuhkan kelas yang besar. Juga guru akan mengalami kesulitan dalam mengawasi kelompok-kelompok yang berjumlah besar. Demikian pula untuk penyelenggaraan demonstrasi atau eksperimen untuk jumlah besar, selain alat-alat yang tidak mencukupi, pengelolaan pengajaran juga mengalami kesulitan.

c. Kalau guru adalah pembicara yang bersemangat sehingga dapat memberi motivasi kepada siswa untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Dalam keadaan tertentu, sebuah pembicaraan yang bersemangat akan mcnggerakkan hati siswa untuk menimbulkan tekad baru. Misalnya ceramah tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

d. Jika guru akan menyimpulkan pokok-pokok penting yang telah diajarkan, sehingga memungkinkan siswa untuk melihat lebih jelas hubungan antara pokok yang satu dengan lainnya. Misalnya, setelah guru selesai mengajarkan sejarah perjuangan bangsa, kepada para siswa ia memberi tugas untuk menjawab beberapa pertanyaan yang dikerjakan dirumah. Kemudian pada pelajaran berikutnya, guru membicarakan bersama tugas yang telah dikerjakan siswa, dan guru menyimpulkan garis besar sejarah tersebut.

e. Kalau guru akan memperkenalkan pokok bahasan baru. Dalam sebuah kelas, siswa telah sampai pada bagian tata bahasa yang membicarakan tata kata. Untuk itu guru akan menjelaskan perbedaan antara fonetik dan fonemik dengan berbagai contoh.
Kelebihan dan kelemahan metode ceramah :

Kelebihan :
a. Guru menguasai arah pembicaraan seluruh kelas :
Kalau kelas sedang berdiskusi, sangatlah mungkin bahwa seorang siswa mengajukan pendapat yang berbeda dengan anggota kelompok yang lain, hal ini dapat mempengaruhi suasana dan diskusi jadi berkepanjangan bahkan sering menyimpang dari pokok bahasan. Tetapi pada metode ceramah hanya guru yang berbicara, maka ia dapat menentukan sendiri arah pembicaraan.

b. Organisasi kelas sederhana :
Dengan ceramah, persiapan satu-satunya bagi guru adalah buku catatannya. Pada seluruh jam pelajaran ia berbicara sambil berdiri atau kadang-kadang duduk. Cara ini paling sederhana dalam hal pengaturan kelas, jika dibandingkan dengan metode demonstrasi dimana guru harus mengatur alat-alat. Atau dibandingkan dengan kerja kelompok, dimana guru harus membagi kelas ke dalam beberapa kelompok, ia harus merubah posisi kelas.
Kelemahan :
a. Guru tak dapat mengetahui sampai dimana siswa telah mengerti pembicaraannya. Kadang-kadang guru beranggapan bahwa kalau para siswa duduk diam mendengarkan atau sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, berarti mereka telah mengerti apa yang diterangkan guru. Padahal anggapan tersebut sering meleset, walaupun siswa memperlihatkan reaksi seolah-olah mengerti, akan tetapi guru tidak mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap pelajaran itu. Oleh karena itu segera setelah ia berceramah, harus diadakan evaluasi, misalnya dengan tanya jawab atau tes.

b. Kata-kata yang diucapkan guru, ditafsirkan lain oleh siswa. Dapat terjadi bahwa siswa memberikan pengertian yang berlainan dengan apa yang dimaksud oleh guru. Kiranya perlu kita sadari bahwa tidak ada arti yang mutlak untuk setiap kata tertentu. Kata-kata yang diucapkan hanyalah bunyi yang disetujui penggunaannya dalam suatu masyarakat untuk mewakili suatu pengertian. Misalnya: kata modul, bagi siswa SLTP Terbuka dan mahaiswa UT diartikan sebagai salah satu bentuk bahan belajar yang berwujud buku materi pokok. Sedangkan bagi para astronout, modul diartikan sebagai salah satu komponen dari pesawat luar angkasa. Itulah sebabnya maka setiap anak harus membentuk perbendaharaan bahasanya berdasarkan pengalaman hidupnya sehari-hari. Selama ada persamaan pendapat antara pembicara dengan pendengar, maksud pembicaraan akan dimengerti oleh pendengar. Kalau guru menggunakan kata-kata abstrak seperti “keadilan”, “kepribadian”, “kesusilaan”, mungkin bagi setiap siswa tidak sama pengertiannya, atau sangat kabur mengartikan kata-kata itu. Lebih-lebih lagi bila kata-kata itu dirangkaikan dalam kalimat, akan semakin banyak kemungkinan salah tafsir dari pembicaraan guru. Itulah sebabnya mengapa sering terjadi siswa sama sekali tidak memperoleh pengertian apapun dari pembicaraan guru. Oleh karena itu bila guru ingin menjelaskan sesuatu yang kiranya masih asing bagi siswa, guru dapat menyertakan peragaan dalam caramahnya. Peragaan tersebut dapat berbentuk benda yang sesungguhnya, model-model dari benda, menggambarkan dengan bagan atau diagram di papan tulis.

Mempersiapkan bahan ceramah yang efektif

Langkah-langkah di bawah ini dapat dipakai sebagai petunjuk untuk mempertinggi hasil metode ceramah:
a. Tujuan pembicaraan (ceramah) harus dirumuskan dengan jelas.

b. Setelah menetapkan tujuan, harus diteliti apakah metode ceramah merupakan metode yang sudah tepat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Sering terjadi setelah melihat tujuan dan metode ternyata untuk keperluan ini lebih tepat digunakan metode lain. Menyusun ceramah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 bahan ceramah dapat dimengerti dengan jelas, maksudnya setiap pengertian dapat menghubungkan pembicaraan dengan pendengar dengan tepat.
 Dapat menangkap perhatian siswa
 Memperlihatkan kepada pendengar bahwa bahan yang mereka peroleb berguna bagi kehidupan mereka.

c. Menanamkan pengertian yang jelas. Hal inmi dapat dilaksanakan dengan berbagai jalan. Salah satu diantaranya adalah : guru memulai pembicaraan dengan suatu ikhtisar/ringkasan tentang pokok-pokok yang akan diuraikan. Kemudian menyusul bagian dari pokok bahasan yang merupakan inti, dan akhimya disimpulkan kembali pokok-pokok yang penting dari pembicaraan itu. Jalan lain yang dapat ditempuh misalnya, untuk setiap ungkapan sulit, terlebih dahulu dikemukakan contoh-contoh. Atau guru terlebih dahulu mengemukakan suatu cerita singkat bersifat ilustratif, sehingga dapat menggambarkan dengan jelas apa yang dimaksud.

d. Menangkap perhatian siswa dengan menunjukkan penggunaannya. Siswa akan tertarik bila mereka melihat bahwa apa yang di pelajari berguna bagi kehidupan. Sebuah teknik yang sering dapat menguasai perhatian siswa pada awal ceramah sampai selesai adalah dengan menghadapkan siswa pada pertanyaan. Dengan pertanyaan itu mereka diajak berpikir dan seterusnya mengikuti pembicaraan guru.


18/04/10

Strategi, Medote dan Teknik, Beda?

Beberapa istilah yang sering diperdebatkan para guru adalah pengertian strategi, metode dan teknik. Ketiga istilah tersebut sebenarnya saling terkait, terutama dalam kegiatan belajar mengajar. Posting kali ini akan mengupas ketiga istilah tersebut, dilengkapi dengan contoh.


Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely).

Strategi belajar-mengajar terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin siswa betul-betul akan mencapai tujuan, strategi lebih luas daripada metode atau teknik pengajaran. Metode, adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan teknik lebih bersifat implementatif. Maksudnya merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai tujuan.

A. Pengertian Strategi-strategi belajar
Salah satu kegiatan selama proses belajar mengajar adalah dengan memberi tugas siswa untuk mengerjakan tugas-tugas tertentu, baik yang di kerjakan secara mandiri, maupun berkelompok. Sering kali siswa juga diminta untuk membaca suatu topik guna menyusun suatu laporan singkat atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam suatu tes. Untuk memenuhi semua tuntutan tersebut siswa harus terlibat dalam proses-proses berpikir dan berprilaku, membaca cepat suatu bacaan, meringkas, membuat catatan, dan sekaligus memonitor jalan pikiran diri mereka sendiri. Agar dapat melakukan hal di atas diperlukan penerapan strategi-strategi belajar tertentu.
Strategi-strategi belajar yang diterapkan mengacu pada perilaku dan proses-proses berpikir. Perilaku dan proses-proses berpikir tersebut digunakan siswa menyelesaikan tugas-tugasnya, termasuk proses memori atau mengingat dan metakognitif. Strategi-strategi belajar merupakan operator-operator kognitif yang secara langsung terlibat dalam menyelesaikan suatu tugas.
Strategi belajar juga dikenal sebagai strategi kognitif, karena strategi tersebut lebih dekat pada hasil belajar kognitif dari pada tujuan belajar perilaku.

B. Tujuan Strategi-strategi Belajar
Strategi-strategi belajar ini dalam penerapannya pada siswa memiliki tujuan untuk membentuk siswa sebagai pebelajar mandiri. Diharapkan siswa memiliki kesadaran yang timbul dari dalam dirinya untuk mau dan mampu belajar. Pebelajar mandiri memiliki ciri mampu melakukan empat hal berikut.
1. Mampu mendiagnosis situasi pembelajaran tertentu secara cermat.
2. Mampu menentukan dan memilih strategi belajar tertentu untuk masalah atau topik belajar tertentu.
3. Mampu memonitor atau mengevaluasi keefektifan strategi tersebut.
4. Mampu memotivasi diri sendiri untuk terlibat dalam suatu proses pembelajaran sampai masalah terselesaikan.

C. Teori yang Melandasi Pengajaran Strategi-strategi Belajar.
Dukungan teori untuk strategi-strategi belajar dikemukakan melalui Vygotsky, yang menekan pada tiga ide utama. Tiga ide utama tersebut adalah bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit serta mengkaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka ketahui. Ide kedua berkaitan dengan interaksi dengan orang lain, dapat memperkaya perkembangan intelektual, dan ide yang ketiga tentang peran guru sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran siswa.
Sumbangan psikologi kognitif berakar dari teori-teori pemrosesan informasi yang menjelaskan bagaimana otak bekerja dan bagaimana individu memperoleh dan memproses informasi. Pandangan yang ditawarkan Vygotsky adalah penting dalam memahanmi penggunaan strategi-strategi belajar karena tiga alasan. Pertama, mereka menggarisbawahi peran penting bahwa pengetahuan awal berperan dalam proses belajar. Kedua, mereka membantu kita memahami apakah pengetahuan itu dan perbedaan di antara berbagai jenis pengetahuan, dan ketiga, mereka membantu menjelaskan bagaimana pengetahuan diperoleh manusia dan diproses di dalam sistem memori otak.

1. Peranan Pengetahuan Awal
Secara psikologis seseorang belajar dengan menghubungkan ide-ide baru dengan ide-ide lama yang telah dimiliki sebelumnya. Para ahli psikologi kognitif telah mengungkapkan dengan lebih tepat bagaimana menghubungkan informasi yang telah lebih dahulu disimpan dalam memori disimpan dalam memperkaya pembelajaran.
Informasi dan pengalaman yang disimpan dalam memori jangka panjang disebut sebagai pengetahuan awal. Pengetahuan awal atau prior knowledge merupakan kumpulan informasi yang diperoleh dari pengetahuan dan pengalaman seseorang selama hidupnya, dan membawa dan mengkaitkan informasi tersebut pada suatu pengalaman belajar baru, yaitu untuk mempelajari hal-hal tertentu yang sifatnya baru bagi seseorang tersebut.
Peter Mosenthal dan kawan-kawan (1985) menggambarkan pentingnya pengetahuan awal dalam suatu studi khusus yang menghubungkan kemampuan siswa memproduksi teks naratif. Dipilihlah suatu kelompok yang mewakili guru-guru kelas empat. Ia memilih dua guru yang cara belajarnya dicirikan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan awal, dan dua guru yang sedikit mengajukan pertanyaan jenis ini. Tiap guru diminta untuk mengajar pelajaran menulis. Pelajaran tersebut meliputi mempresentasikan kepada siswa suatu rangkaian 13 gambar yang menggambarkan permainan Baseball. Siswa diminta untuk menulis cerita tentang urutan gambar-gambar tersebut. melalui studi ini diketahui bahwa siswa yang banyak mendapatkan pertanyaan tentang pengalaman dan pengetahuan awal tentang Baseball mampu menyusun suatu rangkaian cerita yang lebih kompleks dan kreatif.
Study tersebut menunjukan bagaimana pentingnya pengetahuan awal dalam pengajaran agar dapat membantu siswa mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya.
Untuk mengkaitkan pengetahuan awal dan pengetahuan baru dapat digunakan pengorganisasi awal atau advance organizer. Pengorganisasi awal berfungsi sebagai pengait atau scaffolding intelektual yang membantu mengaktifkan pengetahuan awal yang relevan untuk menghubungkan ide-ide baru dengan pengetahuan yang telah ada pada diri siswa. Pengoganisasi awal dapat berupa hal-hal yang bersifat abstrak, namun banyak yang berpendapat sebaiknya berupa hal-hal yang konkrit.
Pengorganisasi awal dapat disajikan dalam berbagai bentuk, dapat berupa penjelasan verbal, kutipan dari suatu buku, gambar atau diagram. Berikut ini disajikan pengorganisasian awal verbal. Seorang guru IPA Biologi menyampaikan informasi tentang proses penyerbukan pada bunga. Setelah merangkum kembali pelajaran terdahulu, menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, dan meminta siswa mengingat pelajaran tentang bunga, guru menyampaikan pengorganisasi awal sebagai berikut.
Saya ingin memberi ide yang dapat membantu kamu memahami terjadinya proses penyerbukan. Ide tersebut adalah “tiap-tiap jenis bunga memiliki struktur yang khusus berkaitan dengan bagaimana cara penyerbukan terjadi pada bunga tersebut. Proses penyerbukan dapat terjadi melaui perantara angin, burung atau serangga, dan manusia”. Seperti telah saya uraikan tentang adanya modifikasi strukrtur bunga minggu lalu, saya ingin kamu menuliskan atau mendeskripsikan ciri struktur bunga yang dipolinasi oleh angin, burung atau serangga, serta oleh bantuan manusia.

2. Sistem Memori
Bagaimana sesorang melakukan proses belajar dan bagaimana seseorang menerapkan strategi-strategi belajar dipengaruhi oleh pengetahuan awal dan bagaimana pemrosesan di dalam otak. Bagaiman sistem memori otak bekerja? Sejumlah ahli psikologi kognitif mengembangkan teori pemrosesan informasi atau information processing tentang pembelajaran. Dari sudut pandang ini informasi masuk ke dalam otak memalui indera, dan di simpan sementara dalam memori jangka pendek atau short-term memory. Dari memori jangka pendek di kirim ke memori jangka panjang atau long-term memori, dan disimpan sampai di panggil lagi bila diperlukan.
Menciptakan kondisi untuk mengaktifkan pengetahuan awal siswa dan memfokuskan perhatian mereka pada bahan-bahan pembelajaran tertentu merupakan hal penting untuk memasukkan informasi ke dalam sistem memori jangka pendek. Selanjutnya informasi itu harus dipindahkan kedalam memori jangka panjang agar menjadi permanen dalam sistem memori siswa. Proses pemindahan informasi baru dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang di kenal dengan pengkodean atau encoding. Setelah masuk di memori jangka panjang, informasi itu akan disimpan dalam jangka waktu yang lama. Namun perlu disadari bahwa penyimpanan suatu memori ke dalam memori jangka panjang tidak ada artinya bila sulit untuk dipanggil atau diaktifkan kembali.

D. Jenis-jenis Strategi Belajar
Pada umumnya siswa diminta untuk melakukan sejumlah besar tugas-tugas belajar di sekolah, seperti berlatih soal penjumlahan, menghafal suatu konsep atau syair, mengarang cerita, dan masih banyak lagi. Tujuan utama yang ingin dicapai melaui latihan tersebut adalah penyelesaian tugas secara optimal. Namun ada hal yang lebih penting, yaitu menguasai dengan tuntas proses pembelajaran itu sendiri, mendiagnosis situasi pembelajaran yang tepat, memilih strategi yang sesuai, serta memonitor keefektifan strategi tersebut. melalui uraikan berikut diharapkan guru mampu mengubah teori kognitif dan pemrosesan informasi menjadi strategi belajar khas. Akan dijelaskan berikut ini empat jenis strategi belajar, yaitu strategi mengulang, strategi elaborasi, strategi organisasi, strategi metakognitif.
Keberhasilan siswa di sekolah sebagian besar terletak pada kemampuan siswa belajar secara mandiri dan memonitor belajar mereka sendiri. Hal ini memberikan alasan sedini mungkin mengajarkan strategi-strategi belajar pada siswa, mungkin mulai sekolah dasar dan berlanjut ke sekolah menengah dan pendidikan tinggi.

(Bersambung ya ...)

16/04/10

Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan


Madrasah Tsanawiyah Negeri Slawi, ditunjuk oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Tegal menjadi salah satu wakil SLTP untuk melaksanakan program Adiwiyata. Latar belakan penunjukkan ini menurut petugas dari BLH, karena Madrasah Tsanawiyah Negeri Slawi dinyatakan SLTP paling bersih diantara SLTP di Kabupaten Tegal berdasarkan pantauan dinas BLH.


Madrasah Tsanawiyah Negeri Slawi, ditunjuk oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Tegal menjadi salah satu wakil SLTP untuk melaksanakan program Adiwiyata. Latar belakan penunjukkan ini menurut petugas dari BLH, karena Madrasah Tsanawiyah Negeri Slawi dinyatakan SLTP paling bersih diantara SLTP di Kabupaten Tegal berdasarkan pantauan dinas BLH. Alasan lain karena MTsN Slawi menerapkan pola hidup bersih bagi warga madrasah, tidak membuang sampah sembarangan. Program denda 1000 rupiah bagi warga madrasah yang melanggar aturan tersebut, terekam oleh dinas BLH sehingga MTsN Slawi dinyatakan sebagai sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.
Untuk lebih mengetahui apa dan bagaimana program Adiwiyata, berikut ini disajikan uraian singkat tentang program adiwiyata.

1. Pengertian dan Tujuan Program Adiwiyata
Program Adiwiyata adalah salah satu program Kementrian Negara Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup.
Dalam pelaksanaannya Kementrian Negara Lingkungan Hidup bekerjasama dengan para steakholder, menggulirkan Program Adiwiyata ini dengan harapan dapat mengajak warga sekolah melaksanakan proses belajar mengajar materi lingkungan hidup dan turut berpartisipasi melestarikan serta menjaga lingkungan hidup di sekolah dan sekitarnya.
Tujuan Program Adiwiyata adalah menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga dikemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggungjawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
Kegiatan utama Program Adiwiyata adalah mewujudkan kelembagaan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan bagi sekolah dasar dan menengah di Indonesia.

2. Landasan Kebijakan
a. UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
b. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
c. Kesepakatan Bersama Kementrian Negara Lingkungan Hidup Dengan Departemen Pendidikan Nasional KEP. 7/MENLH/06/2005 dan Nomor: 05/VI/KB/2005

3. Norma Dasar Program Adiwiyata
Program dan kegiatan yang dikembangkan harus berdasarkan norma-norma dasar dan berkehidupan yang meliputi antara lain: Kebersaaan, Keterbukaan, Kejujuran, Keadilan, dan Kelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam.

4. Prinsip-Prinsip Dasar Program Adiwiyata
Partisipatif dan berkelanjutan. Partisipatif maksudnya adalah bahwa komunitas sekolah (kepala, guru, dan karyawan) terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai dengan tanggung jawab dan perannya. Sedangkan berkelanjutan, mengandung maksud bahwa seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komprehensif.

5. Keuntungan Mengikuti Program Adiwiyata
 Keuntungan yang diperoleh sekolah dalam mengikuti Program Adiwiyata adalah :
 Meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan operasional sekolah dan penggunaan berbagai sumber daya;
 Meningkatkan penghematan sumber daya melalui pengurangan konsumsi berbagai sumber daya dan energi;
 Meningkatkan kondisi belajar mengajar yang lebih nyaman dan kondusif bagi semua warga sekolah;
 Menciptakan kondisi kebersamaan bagi semua warga sekolah;
 Meningkatkan upaya menghindari berbagai resiko dampak lingkungan negatif dimasa yang akan datang;
 Menjadi tempat pembelajaran bagi generasi muda tentang nilai-nilai pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan benar;
 Mendapat penghargaan Adiwiyata.

6. Indikator dan Kriteria Program Adiwiyata
Dalam mewujudkan Program Adiwiyata telah ditetapkan berbagai indikator ;
 Pengembangan kebijakan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan;
 Pengembangan kurikulum berbasis lingkungan;
 Pengembangan kegiatan berbasis partisipatif;
 Pengembangan dan atau pengelolaan sarana pendukung sekolah.
 Indikator Program Adiwiyata dijabarkan dalam beberapa kriteria yaitu :

a. Pengembangan Kebijakan Sekolah
Untuk mewujudkan sekolah yang Peduli dan Berbudaya Lingkungan maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakannya kegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan. Pengembangan kebijakan sekolah yang diperlukan untuk mewujudkan Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan.

b. Visi dan Misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan;
 Kebijakan sekolah dalam mengembangkan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup;
 Kebijakan peningkatan SDM (tenaga kependidikan dan non kependidikan) di bidang pendidikan lingkungan hidup;
 Kebijakan sekolah dalam upaya penghematan sumber daya alam;
 Kebijakan sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan sekolah yang bersih dan sehat;
 Kebijakan sekolah untuk pengalokasian dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan masalah lingkungan hidup.

c. Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan
Penyampaian materi lingkungan hidup kepada para siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi atau monolitik. Pengembangan materi, model pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi, dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan sehari-hari. Pengembangan kurikulum berbasis lingkungan hidup untuk mewujudkan sekolah yang pedui dan berbudaya lingkungan dapat dicapai dengan melakukan hal-hal berikut :
 Pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran;
 Penggalian dan pengembangan materi serta persoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar;
 Pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan budaya;
 Pengembangan kegiatan kurikuler untuk peningkatan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup.

d. Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipatif
Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup. Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat disekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah dalam mengembangkan kegiatan berbasis partisipatif adalah;
 Menciptakan kegiatan ekstrakurikuler/kokurikuler di bidang lingkungan hidup berbasis partisipatif di sekolah;
 Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak luar;
 Membangun dan memprakarsai kegiatan kemitraan dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.

e. Pengelolaan dan atau Pengembangan Sarana Pendukung Sekolah
Dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu didukung sarana prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan dan pengembangan sarana tersebut meliputi;
 Pengembangan fungsi sarana pendukung sekoah yang ada untuk pendidikan lingkungan hidup;
 Peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar kawasan sekolah;
 Penghematan sumberdaya alam (air, listrik, energi) dan ATK;
 Peningkatan kualitas pelayanan gizi sehat;
 Pengembangan sistem pengelolaan sampah.

Berdasarkan indikator tersebut sekolah peduli dan berbudaya lingkungan, sejumlah kriteria yang ditetapkan dimaksudkan untuk memudahkan dalam implementasi Program Adiwiyata sehingga kriteria tersebut perlu dijabarkan agar dipahami oleh masing-masing pelaksana program. Penjabaran kriteria telah disusun dengan sederhana dan diharapkan tidak menambah beban bagi sekolah dan warganya dalam mengikuti Program Adiwiyata. Penjabaran kriteria Program Adiwiyata di buat dalam bentuk kerangka program dan sekaligus digunakan untuk pengelompokan pencapaian tahapan Program Adiwiyata.
Demikian uraian singkat tentang program Adiwiyata, semoga menjadi sumber informasi bagi pengelola sekolah atau madrasah.

Konstruktivisme, Taksonomi Pengajaran dan Pembelajaran

Posting ini menyajikan beberapa buku disertai dengan uraian singkat tentang isinya. Bagi anda pecinta buku-buku pendidikan yang mengupas tentang pendidikan, teori belajar dan pembelajaran secara detai dan mendalam.


1). Constructivist Teacher Education: Building New Understandings (Virgin Richardson)
Buku ini membicarakn konstruktivisme, baik itu tentang teori, praktik, dan penelitiannya. Dalam pembahasannya, berisi sebuah eksplorasi berbagai kemungkinan dan keterbatasan teori konstruktivisme.

2). Constructivism: Theory, Perspectives, and Practice (Catherine Twoney Fosnot)
Buku tentang konstruktivisme ini membahas tentang teori, perspektif dan cara mempraktikkannya. Ketiga item tersebut merupakan inti sari buku ini yang diikuti oleh pandangan dari berbagai disiplin ilmu, seperti matematika, sains, bahasa, dan seni.

3). Constructivism and The Technology of Instruction: A Conversation (Thomas M. Duffy and Davis H. Jonassen)
Buku ini tentang implikasi teori konstruktivisme terhadap praktik pembuatan desain pembelajaran. Teori belajar juga dijabarkan. Walaupun demikian, yang terpenting dari isi buku ini adalah dialog antara para pengembang desain pembelajaran dengan para ahli teori pembelajaran.

4). Designing For Learning: Six Element In Constructivist Classrooms (George W. Gagnon, Jr. and Michelle Collay)
Tema buku ini ialah Constuctivist Learnind Design (CLD). Bagi guru yang berorientasi pada perspektif konstruktivis, disarankan untuk menerapkan enam elemen pembelajaran di dalam kelas. Keenam elemen tersebut adalah The situations, groupings, bridge, questions, exhibit, and reflection.

5). Essentials of Learning For Instructional (Robert M. Gagne)
Kajian buku ini terkait tentang bagaiman manusia belajar. Hal tersebut harus dipahami guru, terutama bagi mereka yang ingin menjadi guru yang sangat berguna sekaligus diharapkan. Penekanan proses belajar yang dibahas dalam buku ini, adalah factor-faktor eksternal dan dampaknya bagi proses pembelajaran.

6). The Conditions of Learning (Robert M. Gagne)
Buku yang mengulas tentang kondisi belajar ini merupakan kupasan terhadap teori behaviorisme sampai konstruktivisme. Selain dengan itu, sebagai efek dari kondisi belajar konstruktivisme, dibahas lima kapabilitas terkait, yakni intellectual skill, cognitive strategies, verbal information, motor skill, and attitudes.

7). Principles of Instructional Design (Robert M. Gagne and Leslie J. Briggs)
Buku ini merupakan kajian tentang prinsip-prinsip dalam desain pembelajaran. Prinsip tersebut, bukan hanya diperuntukkan bagi guru, namun dapat juga digunakan bagi orang yang bertanggungjawab dalam perencanaan dan melaksanakan suatu program. Prinsip yang dimaksud, antara lain adalah lima buah kapabilitas sebagai hasil belajar, tujuan dan evaluasi pembelajaran.

8). Applied Research Design: A Practice Guide (Terry E. Hedrick, Leonard Bickman, and Debra J. Rog)
Fokus buku ini adalah penerapan design penelitian. Kajian yang dibuatnya bersifat praktis. Khususnya, penelitian sosial, banyak disinggung dalam buku ini yang juga membicarakan penelitian dengan populasi dan setting khusus. Strategi pemilihan metode dan pengukuran juga menjadi hal yang utama dalam buku ini.

9). Creating in The Classroom and Life: A Nurturing Approach (Thomas J. Barry)
Secara umum, buku ini membicarakan tentang kreativitas. Fokus utamanya adalah bagaimana menemukan dan menumbuhkembangkan kemampuan dan potensi dalam diri. Untuk mencapai dapat menggunakan nurturing approach yang merupakan pengemabangan dari pendekatan proses,

10). A Taxonomy For Learning Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Education Objectives (Larin W. Anderson and David R. Krathwohl)
Buku ini merupakan revisi terhadap taksonomi Bloom. Enam kategori yang terdiri dari knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis dan evaluation, mengalami perubahan sehingga menjadi tujuh. Knowledge dibagi menjadi dua aspek. Aspek kebendaan (noun aspect) disebut sebagai dimensi yang terpisah (separate dimension) yang dikelompokkan menjadi dimendi pengetahuan (knowledge dimension), dan aspek aktif (verb aspect) adalah mengingat (remember). Comprehension berubah menjadi understand, application menjadi apply, dan analysis berganti analyze. Sedangkan evaluation pada taksonomi Bloom yang merupakan tahapan tertinggi, berada pada posisi keenam pada revisi ini, dan berubah sebagai evaluate. Synthesis yang merupakan urutan kelima, berpindah ke tingkatan tertinggi dalam revisi ini dengan berubah menjadi create. Dari tahap knowledge sampai create disebut sebagai dimensi proses kognitif (cognitive process dimension).

11). Instructional-Design Theories and Models: A New Paradigm of Instructional Theory Volume II (Charles M. Reigeluth)
Buku ini membicarakan tentang paradigma baru dalam teori pembelajaran. Kandungannya berupa pengembangan dariu berbagai teori, dan juga diberikan panduan bagaimana, mengapa, dan kapan desain pembelajaran akan dibuat dan dilaksanakan.

12). Pendidikan (Ki Hadjar Dewantara)
Buku ini menawarkan suatu konseptual tentang pendidikan. Apa yang dibahasnya merupakan susunan bangunan bagi pendidikan bangsa Indonesia secara holistik. Segi psikologis, seni, budaya, politik, dan agamis dijadikan satu kesatuan demi masa depan dan kehidupan bangsa yang lebih baik. Kemajuan dari dunia barat tidak ditolak, melainkan disaring untuk kemajuan yang sesuai dengan kepribadian nasional Indonesia.

13) Kebudayaan (ki Hadjar Dewantara)
Secara umum buku ini masih membicarakan tentang pendidikan. Penekanannya adalah terletak pada pengkajiannya tentang kebudayaan yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pendidikan. Hubungan antara kebudayaan dan masyarakat juga dibahas, termasuk dengan dalam bidang kesenian dan perempuan. Seperti dalam jilid tentang Pendidikan, kebudayaan yang ada dan ditemui, seyogyanya diberdayakan untuk kemaslahatan bangsa Indonesia.

Bagi anda pecinta buku-buku yang mengupas tentang pendidikan, teori belajar dan pembelajaran

1). Constructivist Teacher Education: Building New Understandings (Virgin Richardson)
Buku ini membicarakn konstruktivisme, baik itu tentang teori, praktik, dan penelitiannya. Dalam pembahasannya, berisi sebuah eksplorasi berbagai kemungkinan dan keterbatasan teori konstruktivisme.

2). Constructivism: Theory, Perspectives, and Practice (Catherine Twoney Fosnot)
Buku tentang konstruktivisme ini membahas tentang teori, perspektif dan cara mempraktikkannya. Ketiga item tersebut merupakan inti sari buku ini yang diikuti oleh pandangan dari berbagai disiplin ilmu, seperti matematika, sains, bahasa, dan seni.

3). Constructivism and The Technology of Instruction: A Conversation (Thomas M. Duffy and Davis H. Jonassen)
Buku ini tentang implikasi teori konstruktivisme terhadap praktik pembuatan desain pembelajaran. Teori belajar juga dijabarkan. Walaupun demikian, yang terpenting dari isi buku ini adalah dialog antara para pengembang desain pembelajaran dengan para ahli teori pembelajaran.

4). Designing For Learning: Six Element In Constructivist Classrooms (George W. Gagnon, Jr. and Michelle Collay)
Tema buku ini ialah Constuctivist Learnind Design (CLD). Bagi guru yang berorientasi pada perspektif konstruktivis, disarankan untuk menerapkan enam elemen pembelajaran di dalam kelas. Keenam elemen tersebut adalah The situations, groupings, bridge, questions, exhibit, and reflection.

5). Essentials of Learning For Instructional (Robert M. Gagne)
Kajian buku ini terkait tentang bagaiman manusia belajar. Hal tersebut harus dipahami guru, terutama bagi mereka yang ingin menjadi guru yang sangat berguna sekaligus diharapkan. Penekanan proses belajar yang dibahas dalam buku ini, adalah factor-faktor eksternal dan dampaknya bagi proses pembelajaran.

6). The Conditions of Learning (Robert M. Gagne)
Buku yang mengulas tentang kondisi belajar ini merupakan kupasan terhadap teori behaviorisme sampai konstruktivisme. Selain dengan itu, sebagai efek dari kondisi belajar konstruktivisme, dibahas lima kapabilitas terkait, yakni intellectual skill, cognitive strategies, verbal information, motor skill, and attitudes.

7). Principles of Instructional Design (Robert M. Gagne and Leslie J. Briggs)
Buku ini merupakan kajian tentang prinsip-prinsip dalam desain pembelajaran. Prinsip tersebut, bukan hanya diperuntukkan bagi guru, namun dapat juga digunakan bagi orang yang bertanggungjawab dalam perencanaan dan melaksanakan suatu program. Prinsip yang dimaksud, antara lain adalah lima buah kapabilitas sebagai hasil belajar, tujuan dan evaluasi pembelajaran.

8). Applied Research Design: A Practice Guide (Terry E. Hedrick, Leonard Bickman, and Debra J. Rog)
Fokus buku ini adalah penerapan design penelitian. Kajian yang dibuatnya bersifat praktis. Khususnya, penelitian sosial, banyak disinggung dalam buku ini yang juga membicarakan penelitian dengan populasi dan setting khusus. Strategi pemilihan metode dan pengukuran juga menjadi hal yang utama dalam buku ini.

9). Creating in The Classroom and Life: A Nurturing Approach (Thomas J. Barry)
Secara umum, buku ini membicarakan tentang kreativitas. Fokus utamanya adalah bagaimana menemukan dan menumbuhkembangkan kemampuan dan potensi dalam diri. Untuk mencapai dapat menggunakan nurturing approach yang merupakan pengemabangan dari pendekatan proses,

10). A Taxonomy For Learning Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Education Objectives (Larin W. Anderson and David R. Krathwohl)
Buku ini merupakan revisi terhadap taksonomi Bloom. Enam kategori yang terdiri dari knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis dan evaluation, mengalami perubahan sehingga menjadi tujuh. Knowledge dibagi menjadi dua aspek. Aspek kebendaan (noun aspect) disebut sebagai dimensi yang terpisah (separate dimension) yang dikelompokkan menjadi dimendi pengetahuan (knowledge dimension), dan aspek aktif (verb aspect) adalah mengingat (remember). Comprehension berubah menjadi understand, application menjadi apply, dan analysis berganti analyze. Sedangkan evaluation pada taksonomi Bloom yang merupakan tahapan tertinggi, berada pada posisi keenam pada revisi ini, dan berubah sebagai evaluate. Synthesis yang merupakan urutan kelima, berpindah ke tingkatan tertinggi dalam revisi ini dengan berubah menjadi create. Dari tahap knowledge sampai create disebut sebagai dimensi proses kognitif (cognitive process dimension).

11). Instructional-Design Theories and Models: A New Paradigm of Instructional Theory Volume II (Charles M. Reigeluth)
Buku ini membicarakan tentang paradigma baru dalam teori pembelajaran. Kandungannya berupa pengembangan dariu berbagai teori, dan juga diberikan panduan bagaimana, mengapa, dan kapan desain pembelajaran akan dibuat dan dilaksanakan.

12). Pendidikan (Ki Hadjar Dewantara)
Buku ini menawarkan suatu konseptual tentang pendidikan. Apa yang dibahasnya merupakan susunan bangunan bagi pendidikan bangsa Indonesia secara holistik. Segi psikologis, seni, budaya, politik, dan agamis dijadikan satu kesatuan demi masa depan dan kehidupan bangsa yang lebih baik. Kemajuan dari dunia barat tidak ditolak, melainkan disaring untuk kemajuan yang sesuai dengan kepribadian nasional Indonesia.

13) Kebudayaan (ki Hadjar Dewantara)
Secara umum buku ini masih membicarakan tentang pendidikan. Penekanannya adalah terletak pada pengkajiannya tentang kebudayaan yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pendidikan. Hubungan antara kebudayaan dan masyarakat juga dibahas, termasuk dengan dalam bidang kesenian dan perempuan. Seperti dalam jilid tentang Pendidikan, kebudayaan yang ada dan ditemui, seyogyanya diberdayakan untuk kemaslahatan bangsa Indonesia.