Assalaamu'Alaikum Wr. Wb.

Selamat datang Di MTs. Negeri Slawi Kabupaten Tegal, Menyiapkan generasi muda beriman, berilmu, beramal dan berakhlak.

Ustadz Pilihan

Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan mumpuni, siap meluangkan waktu untuk membantu siswa-siswinya.

Praktek Mengurus Jenazah

Siswa-siswi dilatih untuk mengurus jenazah, dari memandikan, mengkafani, menyolati dan mengubur jenajah.

Latihan Manasik Haji

Pemahaman keagamaan dilakukan melalui teori dan kegiatan praktikum.

Kegiatan Ekstrakurikuler

Berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler dan keagamaan, untuk menjaga ketahanan phisik dan mental siswa.

Drum Band MTsN Slawi

Drum Band MTs. Negeri Slawi selalu berkiprah dalam setiap perayaan HUT Kemerdekaan RI dan even-even lain.

Pramuka MTsN Slawi

Pramuka MTs. Negeri Slawi membekali para siswa keterampilan sosial dan jiwa patriotisme.

Prestasi Siswa

Memberi kesempatan siswa untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan keterampilan yang dimiliki.

Bording School

Program baru, Bording School akan dibuka pada Tahun Pelajaran 2016/2017.

09/12/10

Menyoal Mendiknas dan Ujian Nasional

Ganti menteri, ganti kebijakan. Itulah ungkapan yang tepat untuk menyatakan kehebohan akhir-akhir ini terhadap rencana penggabungan antara Ujian Nasional (Unas) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Mulai dari guru-guru di sekolah, orang tua, tentor di lembaga pendidikan, topik yang satu ini selalu menjadi obrolan hangat. Ada yang mengatakan Unas diintegrasikan dengan SNMPTN mulai tahun 2010 ini, sebagian lain menyatakan tahun 2011 dan ada juga yang 2012.

Upaya Mendiknas M. Nuh untuk meminta para pemimpin perguruan tinggi negeri(PTN) agar menyetujui rencana pengintegrasian Unas dengan SNMPTN pun akhirnya dikeluarkan Kamis, 19 November 2009). Memang sebenarnya wacana Unas diintegrasikan dengan SNMPTN bukanlah hal yang baru. Wacana ini sudah dimunculkan sejak 2008 lalu oleh Mendiknas Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu Bambang Sudibyo. Pengintegrasian Unas ini sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI bahwa Unas dijadikan sebagai seleksi masuk pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dalam Peraturan Menteri tersebut dinyatakan bahwa hasil Unas digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk; a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan; b) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c) penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan; d) akreditasi satuan pendidikan; dan e) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan, dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Menurut Mendiknas yang sekarang, Muhammad Nuh, integrasi Unas-SNMPTN merupakan salah satu upaya Depdiknas berkaitan dengan Reformasi Birokrasi Pendidikan Jilid II di bawah kepemimpinannya itu.

Seperti yang diberitakan di beberapa media cetak pada hari kamis 19 November 2009 lalu, bahwa keputusan itu diambil M. Nuh lantaran pengintegrasian itu dinilainya relevan dengan masuk ke PTN. Alasan utama Nuh adalah untuk memberikan keadilan kepada para siswa SMA yang hendak menlanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi yakni Perguruan Tinggi Negeri. Nuh mengatakan, “Kalau yang dipersoalkan karena tidak ada relevansi antara hasil Unas dan ujian masuk PTN, nggak apa-apa. Tapi, ini ada relevansinya, kalau ujian SD saja bisa buat masuk SMP dan SMP ke SMA, mengapa hasil Unas tidak?”

Kebijakan yang Mempunyai Nilai Plus Tersendiri

Sejauh pengamatan penulis yang dulu juga pernah mengenyam dunia SMA, keputusan M. Nuh itu perlu mendapat dukungan dari seluruh eleman masyarakat. Sebab, kebijakan itu merupakan nilai plus tersendiri karena menghemat biaya dan tenaga, disamping untuk memberikan keadilan kepada para siswa sesuai apa yang M. Nuh paparkan.

Memang semuanya itu menimbulkan pro dan kontra. Sebab, masing-masing pimpinan tertinggi antara dunia pendidikan dan dunia perkuliahan – istilah penulis – pun juga berbeda. Dunia perkuliahan yang dinahkodai oleh Dikti belum tentu menyetujui sepenuhnya dengan apa yang direncanakan dunia pendidikan yang dinahkodai oleh Diknas. Itulah sebabnya, perguruan tinggi akhirnya mengadakan seleksi/ujian sendiri. Mendiknas mengaku menghargai mengapa perguruan tinggi memiliki alasan seperti itu. Untuk itu, Depdiknas akan sepenuhnya mengupayakan Unas tahun ini bisa lebih kredibel. Jika hasil Unas sudah kredibel, maka tidak ada alasan bagi perguruan tinggi untuk menolak rencana pengintegrasian itu.

Sebagai bahan pertimbangan untuk mendukung rencana Mendiknas, di sini penulis memberikan tawaran untuk melihat dan terjun ke bawah. Dengan kita mencoba untuk bertanya kepada siswa-siswa yang kini sedang mengenyam di bangku SMA khusunya siswa kelas akhir, penulis yakin mereka setuju seandainya nilai Unas itu diintegrasikan dengan SNMPTN. Tidak hanya cukup sampai di sini saja, penulis juga yakin para orang tua murid dan juga para guru akan mendukung keputusan Mendiknas itu, karena hal itu juga akan menghemat tenaga dan biaya yang akan mereka keluarkan nanti. Kalau dilogika saja, buat apa mereka para siswa SMA yang kelas tiga khususnya, dengan sungguh-sungguh mengerjakan Unas – bahkan sampai mereka lulus pun –akan tetapi ujung-ujungnya tidak bisa masuk ke perguruan tinggi negeri lantaran kesulitan untuk mengerjakan soal-soal SNMPTN.

Berbeda dengan sebaliknya, jika semua pimpinan perguruan tinggi negeri menyetujui bahkan mendukung keputusan mendiknas itu, maka hasil usaha keras para siswa SMA itu tidaklah sia-sia, toh Mendiknas sudah memberikan wewenang sepenuhnya untuk keterlibatan PTN dalam mengawasi ujian nasional nanti yang kata M. Nuh sistem penyelenggaraan Unas tahun 2010 nanti banyak berubah dan dipastikan penjaggaan lebih ketat. PTN akan dilibatkan dalam Unas mulai dari penyusunan soal ujian, cetak naskah, distribusi ke sekolah-sekolah, pengawasan ujian hingga scanning lembar jawaban ujian.

Bagaimana dengan masa tiga tahun disamakan dengan tiga hari?

Penulis pernah mengajukan pertanyaan kepada siswa SMA kelas akhir yang tahun 2010 nanti akan menghadapi Ujian Nasional. Ketika itu, penulis bertanya, “Apa tanggapan adik terkait Ujian Nasional yang ditentukan dengan masa tiga hari?”. Dengan cepat siswa tersebut menjawab, “Ya tidak setuju, itu kan tidak adil!”. Dari sini setidaknya hal tersebut bisa dijadikan patokan dan bahan pertimbangan kedua penulis setelah yang pertama penulis menawarkan untuk terjun ke bawah, bertanya langsung ke para siswa dan orang tua serta guru murid.

Selain itu, banyak kasus-kasus yang terjadi pasca pengumuman kelulusan. Penulis mengambil contoh kasus stres dan bunuh diri. Betapa “sadisnya” dunia pendidikan negeri ini jika tiap tahunnya terdengar ada kasus Siswa SMA “X” yang bunuh diri lantaran tidak lulus ujian. Bagaimana mereka bisa mengenyam dunia perkuliahan jika di ujung dunia pendidikan saja mereka sudah putus asa kemudian melampiaskan dengan mengambil jalan terakhir yakni bunuh diri. Apakah ini yang dinamakan dengan mencerdasan kehidupan bangsa seperti yang tertuang pada pembukaan Undang-undang Dasar Negera Republik Indonesia tahun 1945?.

Walaupun sudah positif integrasi Unas dengan SNMPTN dilaksanakan pada tahun 2011, kiranya masih perlu mendapat dukungan secara moril dari seluruh eleman masyarakat. Sebab, hingga saat ini pun, masih banyak yang pro dan kontra terkait masih diragukannya kredibilitas Unas yang menurut penulis hal itu bisa mempengaruhi kebijakan Mendiknas yang saat ini diambilnya itu.
Sumber: http://netsains.com

01/12/10

Evaluasi Diri Madrasah, Bagaimanakah?

Dikeluarkannya Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang mengharuskan “terbangunnya budaya mutu pendidikan” serta “terpetakannya mutu pendidikan yang rinci pada satuan pendidikan” menjadikan tugas wajib bagi Kepala Sekolah/Madrasah untuk melaksanakan Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah.

Dengan melaksanakan EDS maka kepala madrasah dapat melaksanakan kompetensi manajerialnya secara menyeluruh dan bermakna yang akan membantu peningkatan kinerja sekolah, khususnya dalam melihat sejauh mana sekolah telah mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta kekuatan dan kelemahannya sehingga sekolah dapat menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) berdasarkan keadaan dan kebutuhan nyata.

EDS adalah evaluasi internal yang yang dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan pendidikan (stakeholders) di sekolah untuk mengetahui secara menyeluruh kinerja sekolah dilihat dari pencapaian SPM dan 8 SNP dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya secara pasti sehingga akan diperoleh masukan dan dasar nyata untuk membuat RPS/RKS dalam upaya untuk menumbuhkan budaya peningkatan mutu yang berkelanjutan.

Ada beberapa hal penting yang kita perhatikan disini:
1. Evaluasi yang bersifat internal – dilakukan oleh dan untuk mereka sendiri, bukan dilaksanakan oleh orang lain. Ini adalah evaluasi internal, bukan evaluasi external oleh pihak luar.
2. Akan mengevaluasi seluruh kinerja sekolah yang akan meliputi aspek-aspek manajerial dan akademis.
3. Mengacu pada SPM dan 8 SNP yang hasilnya akan membantu program nasional dalam upaya penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan secara umum.
4. Untuk kepentingan sekolah itu sendiri, bukan untuk perbandingan dengan sekolah sekolah lain atau untuk akreditasi sekolah.
5. Hasil EDS sebagai bahan masukan dan dasar dalam penulisan RPS/RKS maupun RAPBS/RAKS.
6. Dilaksanakan minimal setahun sekali oleh semua stakeholder pendidikan di sekolah, bukan hanya oleh kepala sekolah/madrasah saja dengan bimbingan dan pengawasan Pengawas sekolah. Sumber: http://jeperis.wordpress.com