09/12/10

Menyoal Mendiknas dan Ujian Nasional

Ganti menteri, ganti kebijakan. Itulah ungkapan yang tepat untuk menyatakan kehebohan akhir-akhir ini terhadap rencana penggabungan antara Ujian Nasional (Unas) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Mulai dari guru-guru di sekolah, orang tua, tentor di lembaga pendidikan, topik yang satu ini selalu menjadi obrolan hangat. Ada yang mengatakan Unas diintegrasikan dengan SNMPTN mulai tahun 2010 ini, sebagian lain menyatakan tahun 2011 dan ada juga yang 2012.

Upaya Mendiknas M. Nuh untuk meminta para pemimpin perguruan tinggi negeri(PTN) agar menyetujui rencana pengintegrasian Unas dengan SNMPTN pun akhirnya dikeluarkan Kamis, 19 November 2009). Memang sebenarnya wacana Unas diintegrasikan dengan SNMPTN bukanlah hal yang baru. Wacana ini sudah dimunculkan sejak 2008 lalu oleh Mendiknas Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu Bambang Sudibyo. Pengintegrasian Unas ini sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI bahwa Unas dijadikan sebagai seleksi masuk pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dalam Peraturan Menteri tersebut dinyatakan bahwa hasil Unas digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk; a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan; b) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c) penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan; d) akreditasi satuan pendidikan; dan e) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan, dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Menurut Mendiknas yang sekarang, Muhammad Nuh, integrasi Unas-SNMPTN merupakan salah satu upaya Depdiknas berkaitan dengan Reformasi Birokrasi Pendidikan Jilid II di bawah kepemimpinannya itu.

Seperti yang diberitakan di beberapa media cetak pada hari kamis 19 November 2009 lalu, bahwa keputusan itu diambil M. Nuh lantaran pengintegrasian itu dinilainya relevan dengan masuk ke PTN. Alasan utama Nuh adalah untuk memberikan keadilan kepada para siswa SMA yang hendak menlanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi yakni Perguruan Tinggi Negeri. Nuh mengatakan, “Kalau yang dipersoalkan karena tidak ada relevansi antara hasil Unas dan ujian masuk PTN, nggak apa-apa. Tapi, ini ada relevansinya, kalau ujian SD saja bisa buat masuk SMP dan SMP ke SMA, mengapa hasil Unas tidak?”

Kebijakan yang Mempunyai Nilai Plus Tersendiri

Sejauh pengamatan penulis yang dulu juga pernah mengenyam dunia SMA, keputusan M. Nuh itu perlu mendapat dukungan dari seluruh eleman masyarakat. Sebab, kebijakan itu merupakan nilai plus tersendiri karena menghemat biaya dan tenaga, disamping untuk memberikan keadilan kepada para siswa sesuai apa yang M. Nuh paparkan.

Memang semuanya itu menimbulkan pro dan kontra. Sebab, masing-masing pimpinan tertinggi antara dunia pendidikan dan dunia perkuliahan – istilah penulis – pun juga berbeda. Dunia perkuliahan yang dinahkodai oleh Dikti belum tentu menyetujui sepenuhnya dengan apa yang direncanakan dunia pendidikan yang dinahkodai oleh Diknas. Itulah sebabnya, perguruan tinggi akhirnya mengadakan seleksi/ujian sendiri. Mendiknas mengaku menghargai mengapa perguruan tinggi memiliki alasan seperti itu. Untuk itu, Depdiknas akan sepenuhnya mengupayakan Unas tahun ini bisa lebih kredibel. Jika hasil Unas sudah kredibel, maka tidak ada alasan bagi perguruan tinggi untuk menolak rencana pengintegrasian itu.

Sebagai bahan pertimbangan untuk mendukung rencana Mendiknas, di sini penulis memberikan tawaran untuk melihat dan terjun ke bawah. Dengan kita mencoba untuk bertanya kepada siswa-siswa yang kini sedang mengenyam di bangku SMA khusunya siswa kelas akhir, penulis yakin mereka setuju seandainya nilai Unas itu diintegrasikan dengan SNMPTN. Tidak hanya cukup sampai di sini saja, penulis juga yakin para orang tua murid dan juga para guru akan mendukung keputusan Mendiknas itu, karena hal itu juga akan menghemat tenaga dan biaya yang akan mereka keluarkan nanti. Kalau dilogika saja, buat apa mereka para siswa SMA yang kelas tiga khususnya, dengan sungguh-sungguh mengerjakan Unas – bahkan sampai mereka lulus pun –akan tetapi ujung-ujungnya tidak bisa masuk ke perguruan tinggi negeri lantaran kesulitan untuk mengerjakan soal-soal SNMPTN.

Berbeda dengan sebaliknya, jika semua pimpinan perguruan tinggi negeri menyetujui bahkan mendukung keputusan mendiknas itu, maka hasil usaha keras para siswa SMA itu tidaklah sia-sia, toh Mendiknas sudah memberikan wewenang sepenuhnya untuk keterlibatan PTN dalam mengawasi ujian nasional nanti yang kata M. Nuh sistem penyelenggaraan Unas tahun 2010 nanti banyak berubah dan dipastikan penjaggaan lebih ketat. PTN akan dilibatkan dalam Unas mulai dari penyusunan soal ujian, cetak naskah, distribusi ke sekolah-sekolah, pengawasan ujian hingga scanning lembar jawaban ujian.

Bagaimana dengan masa tiga tahun disamakan dengan tiga hari?

Penulis pernah mengajukan pertanyaan kepada siswa SMA kelas akhir yang tahun 2010 nanti akan menghadapi Ujian Nasional. Ketika itu, penulis bertanya, “Apa tanggapan adik terkait Ujian Nasional yang ditentukan dengan masa tiga hari?”. Dengan cepat siswa tersebut menjawab, “Ya tidak setuju, itu kan tidak adil!”. Dari sini setidaknya hal tersebut bisa dijadikan patokan dan bahan pertimbangan kedua penulis setelah yang pertama penulis menawarkan untuk terjun ke bawah, bertanya langsung ke para siswa dan orang tua serta guru murid.

Selain itu, banyak kasus-kasus yang terjadi pasca pengumuman kelulusan. Penulis mengambil contoh kasus stres dan bunuh diri. Betapa “sadisnya” dunia pendidikan negeri ini jika tiap tahunnya terdengar ada kasus Siswa SMA “X” yang bunuh diri lantaran tidak lulus ujian. Bagaimana mereka bisa mengenyam dunia perkuliahan jika di ujung dunia pendidikan saja mereka sudah putus asa kemudian melampiaskan dengan mengambil jalan terakhir yakni bunuh diri. Apakah ini yang dinamakan dengan mencerdasan kehidupan bangsa seperti yang tertuang pada pembukaan Undang-undang Dasar Negera Republik Indonesia tahun 1945?.

Walaupun sudah positif integrasi Unas dengan SNMPTN dilaksanakan pada tahun 2011, kiranya masih perlu mendapat dukungan secara moril dari seluruh eleman masyarakat. Sebab, hingga saat ini pun, masih banyak yang pro dan kontra terkait masih diragukannya kredibilitas Unas yang menurut penulis hal itu bisa mempengaruhi kebijakan Mendiknas yang saat ini diambilnya itu.
Sumber: http://netsains.com

0 komentar:

Posting Komentar