Assalaamu'Alaikum Wr. Wb.

Selamat datang Di MTs. Negeri Slawi Kabupaten Tegal, Menyiapkan generasi muda beriman, berilmu, beramal dan berakhlak.

Ustadz Pilihan

Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan mumpuni, siap meluangkan waktu untuk membantu siswa-siswinya.

Praktek Mengurus Jenazah

Siswa-siswi dilatih untuk mengurus jenazah, dari memandikan, mengkafani, menyolati dan mengubur jenajah.

Latihan Manasik Haji

Pemahaman keagamaan dilakukan melalui teori dan kegiatan praktikum.

Kegiatan Ekstrakurikuler

Berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler dan keagamaan, untuk menjaga ketahanan phisik dan mental siswa.

Drum Band MTsN Slawi

Drum Band MTs. Negeri Slawi selalu berkiprah dalam setiap perayaan HUT Kemerdekaan RI dan even-even lain.

Pramuka MTsN Slawi

Pramuka MTs. Negeri Slawi membekali para siswa keterampilan sosial dan jiwa patriotisme.

Prestasi Siswa

Memberi kesempatan siswa untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan keterampilan yang dimiliki.

Bording School

Program baru, Bording School akan dibuka pada Tahun Pelajaran 2016/2017.

09/12/10

Menyoal Mendiknas dan Ujian Nasional

Ganti menteri, ganti kebijakan. Itulah ungkapan yang tepat untuk menyatakan kehebohan akhir-akhir ini terhadap rencana penggabungan antara Ujian Nasional (Unas) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Mulai dari guru-guru di sekolah, orang tua, tentor di lembaga pendidikan, topik yang satu ini selalu menjadi obrolan hangat. Ada yang mengatakan Unas diintegrasikan dengan SNMPTN mulai tahun 2010 ini, sebagian lain menyatakan tahun 2011 dan ada juga yang 2012.

Upaya Mendiknas M. Nuh untuk meminta para pemimpin perguruan tinggi negeri(PTN) agar menyetujui rencana pengintegrasian Unas dengan SNMPTN pun akhirnya dikeluarkan Kamis, 19 November 2009). Memang sebenarnya wacana Unas diintegrasikan dengan SNMPTN bukanlah hal yang baru. Wacana ini sudah dimunculkan sejak 2008 lalu oleh Mendiknas Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu Bambang Sudibyo. Pengintegrasian Unas ini sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI bahwa Unas dijadikan sebagai seleksi masuk pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dalam Peraturan Menteri tersebut dinyatakan bahwa hasil Unas digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk; a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan; b) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c) penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan; d) akreditasi satuan pendidikan; dan e) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan, dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Menurut Mendiknas yang sekarang, Muhammad Nuh, integrasi Unas-SNMPTN merupakan salah satu upaya Depdiknas berkaitan dengan Reformasi Birokrasi Pendidikan Jilid II di bawah kepemimpinannya itu.

Seperti yang diberitakan di beberapa media cetak pada hari kamis 19 November 2009 lalu, bahwa keputusan itu diambil M. Nuh lantaran pengintegrasian itu dinilainya relevan dengan masuk ke PTN. Alasan utama Nuh adalah untuk memberikan keadilan kepada para siswa SMA yang hendak menlanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi yakni Perguruan Tinggi Negeri. Nuh mengatakan, “Kalau yang dipersoalkan karena tidak ada relevansi antara hasil Unas dan ujian masuk PTN, nggak apa-apa. Tapi, ini ada relevansinya, kalau ujian SD saja bisa buat masuk SMP dan SMP ke SMA, mengapa hasil Unas tidak?”

Kebijakan yang Mempunyai Nilai Plus Tersendiri

Sejauh pengamatan penulis yang dulu juga pernah mengenyam dunia SMA, keputusan M. Nuh itu perlu mendapat dukungan dari seluruh eleman masyarakat. Sebab, kebijakan itu merupakan nilai plus tersendiri karena menghemat biaya dan tenaga, disamping untuk memberikan keadilan kepada para siswa sesuai apa yang M. Nuh paparkan.

Memang semuanya itu menimbulkan pro dan kontra. Sebab, masing-masing pimpinan tertinggi antara dunia pendidikan dan dunia perkuliahan – istilah penulis – pun juga berbeda. Dunia perkuliahan yang dinahkodai oleh Dikti belum tentu menyetujui sepenuhnya dengan apa yang direncanakan dunia pendidikan yang dinahkodai oleh Diknas. Itulah sebabnya, perguruan tinggi akhirnya mengadakan seleksi/ujian sendiri. Mendiknas mengaku menghargai mengapa perguruan tinggi memiliki alasan seperti itu. Untuk itu, Depdiknas akan sepenuhnya mengupayakan Unas tahun ini bisa lebih kredibel. Jika hasil Unas sudah kredibel, maka tidak ada alasan bagi perguruan tinggi untuk menolak rencana pengintegrasian itu.

Sebagai bahan pertimbangan untuk mendukung rencana Mendiknas, di sini penulis memberikan tawaran untuk melihat dan terjun ke bawah. Dengan kita mencoba untuk bertanya kepada siswa-siswa yang kini sedang mengenyam di bangku SMA khusunya siswa kelas akhir, penulis yakin mereka setuju seandainya nilai Unas itu diintegrasikan dengan SNMPTN. Tidak hanya cukup sampai di sini saja, penulis juga yakin para orang tua murid dan juga para guru akan mendukung keputusan Mendiknas itu, karena hal itu juga akan menghemat tenaga dan biaya yang akan mereka keluarkan nanti. Kalau dilogika saja, buat apa mereka para siswa SMA yang kelas tiga khususnya, dengan sungguh-sungguh mengerjakan Unas – bahkan sampai mereka lulus pun –akan tetapi ujung-ujungnya tidak bisa masuk ke perguruan tinggi negeri lantaran kesulitan untuk mengerjakan soal-soal SNMPTN.

Berbeda dengan sebaliknya, jika semua pimpinan perguruan tinggi negeri menyetujui bahkan mendukung keputusan mendiknas itu, maka hasil usaha keras para siswa SMA itu tidaklah sia-sia, toh Mendiknas sudah memberikan wewenang sepenuhnya untuk keterlibatan PTN dalam mengawasi ujian nasional nanti yang kata M. Nuh sistem penyelenggaraan Unas tahun 2010 nanti banyak berubah dan dipastikan penjaggaan lebih ketat. PTN akan dilibatkan dalam Unas mulai dari penyusunan soal ujian, cetak naskah, distribusi ke sekolah-sekolah, pengawasan ujian hingga scanning lembar jawaban ujian.

Bagaimana dengan masa tiga tahun disamakan dengan tiga hari?

Penulis pernah mengajukan pertanyaan kepada siswa SMA kelas akhir yang tahun 2010 nanti akan menghadapi Ujian Nasional. Ketika itu, penulis bertanya, “Apa tanggapan adik terkait Ujian Nasional yang ditentukan dengan masa tiga hari?”. Dengan cepat siswa tersebut menjawab, “Ya tidak setuju, itu kan tidak adil!”. Dari sini setidaknya hal tersebut bisa dijadikan patokan dan bahan pertimbangan kedua penulis setelah yang pertama penulis menawarkan untuk terjun ke bawah, bertanya langsung ke para siswa dan orang tua serta guru murid.

Selain itu, banyak kasus-kasus yang terjadi pasca pengumuman kelulusan. Penulis mengambil contoh kasus stres dan bunuh diri. Betapa “sadisnya” dunia pendidikan negeri ini jika tiap tahunnya terdengar ada kasus Siswa SMA “X” yang bunuh diri lantaran tidak lulus ujian. Bagaimana mereka bisa mengenyam dunia perkuliahan jika di ujung dunia pendidikan saja mereka sudah putus asa kemudian melampiaskan dengan mengambil jalan terakhir yakni bunuh diri. Apakah ini yang dinamakan dengan mencerdasan kehidupan bangsa seperti yang tertuang pada pembukaan Undang-undang Dasar Negera Republik Indonesia tahun 1945?.

Walaupun sudah positif integrasi Unas dengan SNMPTN dilaksanakan pada tahun 2011, kiranya masih perlu mendapat dukungan secara moril dari seluruh eleman masyarakat. Sebab, hingga saat ini pun, masih banyak yang pro dan kontra terkait masih diragukannya kredibilitas Unas yang menurut penulis hal itu bisa mempengaruhi kebijakan Mendiknas yang saat ini diambilnya itu.
Sumber: http://netsains.com

01/12/10

Evaluasi Diri Madrasah, Bagaimanakah?

Dikeluarkannya Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang mengharuskan “terbangunnya budaya mutu pendidikan” serta “terpetakannya mutu pendidikan yang rinci pada satuan pendidikan” menjadikan tugas wajib bagi Kepala Sekolah/Madrasah untuk melaksanakan Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah.

Dengan melaksanakan EDS maka kepala madrasah dapat melaksanakan kompetensi manajerialnya secara menyeluruh dan bermakna yang akan membantu peningkatan kinerja sekolah, khususnya dalam melihat sejauh mana sekolah telah mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta kekuatan dan kelemahannya sehingga sekolah dapat menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) berdasarkan keadaan dan kebutuhan nyata.

EDS adalah evaluasi internal yang yang dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan pendidikan (stakeholders) di sekolah untuk mengetahui secara menyeluruh kinerja sekolah dilihat dari pencapaian SPM dan 8 SNP dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya secara pasti sehingga akan diperoleh masukan dan dasar nyata untuk membuat RPS/RKS dalam upaya untuk menumbuhkan budaya peningkatan mutu yang berkelanjutan.

Ada beberapa hal penting yang kita perhatikan disini:
1. Evaluasi yang bersifat internal – dilakukan oleh dan untuk mereka sendiri, bukan dilaksanakan oleh orang lain. Ini adalah evaluasi internal, bukan evaluasi external oleh pihak luar.
2. Akan mengevaluasi seluruh kinerja sekolah yang akan meliputi aspek-aspek manajerial dan akademis.
3. Mengacu pada SPM dan 8 SNP yang hasilnya akan membantu program nasional dalam upaya penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan secara umum.
4. Untuk kepentingan sekolah itu sendiri, bukan untuk perbandingan dengan sekolah sekolah lain atau untuk akreditasi sekolah.
5. Hasil EDS sebagai bahan masukan dan dasar dalam penulisan RPS/RKS maupun RAPBS/RAKS.
6. Dilaksanakan minimal setahun sekali oleh semua stakeholder pendidikan di sekolah, bukan hanya oleh kepala sekolah/madrasah saja dengan bimbingan dan pengawasan Pengawas sekolah. Sumber: http://jeperis.wordpress.com

08/11/10

Contoh Eksplorasi, Elaborasi, Konfirmasi

Berikut disajikan contoh kegiatan pembelajaran yang termasuk dalam eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Silahkan cari lagi dan tambahkan untuk membantu teman-teman guru lain ...

a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi guru:
1. Memberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai cara membaca dan membuat data dalam bentuk tabel (daftar), cara membaca dan membuat data dalam bentuk diagram.
2. Mendiskusikan materi bersama siswa (Buku : Bahan Ajar Matematika Pariwisata mengenai cara membaca dan membuat data dalam bentuk tabel (daftar), cara membaca dan membuat data dalam bentuk diagram.
3. Memberikan kesempatan pada peserta didik mengkomunikasikan secara lisan atau mempresentasikan mengenai cara membaca dan membuat data dalam bentuk tabel (daftar), cara membaca dan membuat data dalam bentuk diagram berhubungan dengan penyelesaian suatu soal.
4. Melibatkan peserta didik dalam membahas contoh dalam Buku : Bahan Ajar Matematika Pariwisata mengenai cara membaca dan membuat data dalam bentuk tabel (daftar), cara membaca dan membuat data dalam bentuk diagram..
…………………..

b. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi guru:
1. Membiasakan peserta didik membaca dan membuat data dalam bentuk tabel atau diagram.
2. Menerjemahkan peta undangan, poster dan lain sebagainya
3. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas mengerjakan latihan soal yang ada pada buku ajar matematika pariwisata untuk dikerjakan secara individual.

c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi guru:
1. Memberikan umpan balik pada peserta didik dengan memberi penguatan dalam bentuk lisan pada peserta didik yang telah dapat menyelesaikan tugasnya.
2. Memberi konfirmasi pada hasil pekerjaan yang sudah dikerjakan oleh peserta didik melalui sumber buku lain.
3. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang sudah dilakukan
4. Memberikan motivasi kepada peserta didi yang kurang dan belum bisa mengikuti dalam materi mengenai cara membaca dan membuat data dalam bentuk tabel (daftar), cara membaca dan membuat data dalam bentuk diagram..


02/11/10

Eksplorasi, Elaborasi, Konfirmasi …?

Saat ini guru dianjurkan untuk membuat RPP dan silabus yang menggunakan fase-fase eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Namun belum banyak yang memahami, oleh karena itu posting berikut ini disajikan sedikit pengertian tentang eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

Eksplorasi
Eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan melalui peningkatan pemahaman atas suatu fenomena (American Dictionary). Strategi yang digunakan memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan menerapkan strategi belajar aktif.
Pendekatan pembelajaran yang berkembang saat ini secara empirik telah melahirkan disiplin baru pada proses belajar. Tidak hanya berfokus pada apa yang dapat siswa temukan, namun sampai pada bagaimana cara mengeksplorasi ilmu pengetahuan. Istilah yang populer untuk menggambarkan kegiatan ini ialah “explorative learning”. Konsep ini mengingatkan kita pada pernyataan Lao Tsu, seorang filosof China yang menyatakan “I hear and I forget. I see and I remember. I do and I understand.”
Jaringan komputer pada saat ini telah dikembangkan menjadi media yang efektif sebagai penunjang efektifitas pelaksanaan pembelajaran eksploratif. Salah satu model yang dikembangkan oleh Heimo adalah Architecture of Integrated Information System sebagai model terintegrasi yang menggambarkan kompleksnya proses pembelajaran yang efektif dan interaktif.
Pendekatan belajar yang eksploratif tidak hanya berfokus pada bagaimana mentransfer ilmu pengetahuan, pemahaman, dan interpretasi, namun harus diimbangi dengan peningkatan mutu materi ajar. Informasi tidak hanya disusun oleh guru. Perlu ada keterlibatan siswa untuk memperluas, memperdalam, atau menyusun informasi atas inisiatifnya. Dalam hal ini siswa menyusun dan memvalidasi informasi sebagai input bagi kegiatan belajar (Heimo H. Adelsberger, 2000).
Peta Konsep yang dikembangkan oleh Laurillard (2002) dalam tulisan Heimo menunjukan kompleksitas kegiatan eksplorasi dalam proses pembelajaran yang mengharuskan adanya proses dialog yang (1) interaktif (2) adaptif, interaktif dan reflektif (3) menggambarkan tingkat-tingkat penguasaan pokok bahasan (4) menggambarkan level kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan keterampilan menyelesaikan tugas sehingga memeperoleh pengalaman yang bermakna. Ada pun konsep tersebut dapat disajikan seperti diagram di bawah ini :
Pendekatan eksploratif berkembang sebagai pendekatan pembelajaran dalam bidang lingkungan atau sains. Sylvia Luretta dari Fakultas Pendidikan Queensland misalnya, mengintegrasikan pendekatan ini dengan lima faktor yang menyebabkan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna, yaitu belajar aktif, belajar konstruktif, belajar intens, belajar otentik, dan kolaboratif yang menegaskan pernyataan bahwa pembelajaran eksploratif lebih menekankan pada pengalaman belajar daripada pada materi pelajaran.
Dari pengalaman menggunakan model kooperatif dan kolaboratif dalam praktek pembelajaran pengelolaan kelas ternyata mampu meningkatkan kinerja belajar siswa dalam melakukan langkah-langkah eksploratif.
Model pembelajaran ini dapat dikembangkan melalui bentuk pertanyaan. Seperti yang dikatakan oleh Socrates bahwa pertanyaan yang baik dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan lebih mendalam.
Eksplorasi merupakan proses kerja dalam memfasilitasi proses belajar siswa dari tidak tahu menjadi tahu. Siswa menghubungkan pikiran yang terdahulu dengan pengalaman belajarnya. Mereka menggambarkan pemahaman yang mendalam untuk memberikan respon yang mendalam juga. Bagaimana membedakan peran masing-masing dalam kegiatan belajar bersama. Mereka melakukan pembagian tugas seperti dalam tugas merekam, mencari informasi melalui internet serta memberikan respon kreatif dalam berdialog.
Di samping itu siswa menindaklanjuti penelusuran informasi dengan membandingkan hasil telaah. Secara kolektif, mereka juga dapat mengembangkan hasil penelusuran informasi dalam bentuk grafik, tabel, diagram serta mempresentasikan gagasan yang dimiliki.
Pelaksanaan kegiatan eksplorasi dapat dilakukan melalui kerja sama dalam kelompok kecil. Bersama teman sekelompoknya siswa menelusuri informasi yang mereka butuhkan, merumuskan masalah dalam kehidupan nyata, berpikir kritis untuk menerapkan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan yang nyata dan bermakna.
Melalui kegiatan eksplorasi siswa dapat mengembangkan pengalaman belajar, meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan serta menerapkannya untuk menjawab fenomena yang ada. Siswa juga dapat mengeksploitasi informasi untuk memperoleh manfaat tertentu sebagai produk belajar.

Elaborasi
Kognitivisme memiliki beberapa cabang ilmu, di antaranya teori asimilasi, atribusi, pertunjukkan komponen, elaborasi, mental model, dan pengembangan kognitif. Teori elaborasi adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari materi yang sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi. Pengertian ini dirumuskan Charles Reigeluth dari Indiana University dan koleganya pada tahun 1970-an. Konsep ini memiliki tiga kata kunci yang fokus pada urutan elaborasi konsep, elaborasi teori, dan penyederhanaan kondisi.
Pembelajaran dimulai dari konsep sederhana dan pekerjaan yang mudah. Bagaimana mengajarkan secara menyeluruh dan mendalam, serta menerapkan prinsip agar menjadi lebih detil. Prinsipnya harus menggunakan topik dengan pendekatan spiral. Sejumlah konsep dan tahapan belajar harus dibagi dalam “episode belajar”. Selanjutnya siswa memilih konsep, prinsip, atau versi pekerjaan yang dielaborasi atau dipelajari.
Pendekatan elaborasi berkembang sejalan dengan tumbuhnya perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa sebagai kebutuhan baru dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran. Dari pikiran Reigeluth lahirlah desain yang bertujuan membantu penyeleksian dan pengurutan materi yang dapat meningkatkan pecapaian tujuan. Para pendukung teori ini juga menekankan pentingnya fungsi-fungsi motivator, analogi, ringkasan, dan sintesis yang membantu meningkatkan efektivitas belajar. Teori ini pun memberikan perhatian pada aspek kognitif yang kompleks dan pembelajaran psikomotor. Ide dasarnya adalah siswa perlu mengembangkan makna kontekstual dalam urutan pengetahuan dan keterampilan yang berasimilasi.
Menurut Reigeluth (1999), teori elaborasi mengandung beberapa nilai lebih, seperti di bawah ini.
• Terdapat urutan instruksi yang mencakup keseluruhan sehingga memungkinkan untuk meningkatkan motivasi dan kebermaknaan.
• Memberi kemungkinan kepada pelajar untuk mengarungi berbagai hal dan memutuskan urutan proses belajar sesuai dengan keinginannya.
• Memfasilitasi pelajar dalam mengembangkan proses pembelajaran dengan cepat.
• Mengintegrasikan berbagai variabel pendekatan sesuai dengan desain teori.
Teori elaborasi mengajukan tujuh komponen strategi yang utama, (1) urutan elaborasi (2) urutan prasyarat belajar (3) ringkasan (4) sintesis (5) analogi (6) strategi kognitif, dan (7) kontrol terhadap siswa. Komponen terpenting yang melandasi semua itu adalah perhatian.
Semua stratregi itu harus berlandaskan pada materi dalam bentuk konsep, prosedur, dan prinsip. Hal itu terkait erat dengan proses elaborasi yang berkelanjutan, melibatkan siswa dalam pengembangan ide atau keterampilan dalam aplikasi praktis. Strategi ini memungkinkan siswa untuk menambahkan sendiri ide dalam menguatkan pengetahuannya. Contoh yang tepat untuk ini adalah peserta didik yang memiliki daftar contoh konsep atau sifat yang dapat bermanfaat.

Konfirmasi
Kebenaran ilmu pengetahuan itu relatif. Sesuatu yang saat ini dianggap benar bisa berubah jika kemudian ditemukan fakta baru yang bertentangan dengan konsep tersebut. Oleh karena itu, sikap keilmuan selalu terbuka dalam memperbaiki pengetahuan sebelumnya berdasarkan penemuan terbaru. Sikap berpikir kritis dan terbuka seperti itu telah membangun sikap berpikir yang apriori, yaitu tidak meyakini sepenuhnya yang benar saat ini mutlak benar atau yang salah mutlak salah. Semua dapat berubah.
Cara berpikir seperti itu tercermin dalam istilah mental model yang mendeskripsikan sikap berpikir seseorang dan bagaimana pikirannya berproses dalam kehidupan nyata. Hal tersebut merepresentasikan proses perubahan sebagai bagian dari persepsi intuitif. Mental model itu membantu seseorang dalam mendefinisikan maupun menetapkan pendekatan untuk memecahkan masalah (wikipedia). Dengan sikap berpikir seperti itu siswa dapat mengembangkan, mengembangkan ulang, dan menggugurkan pengetahuannya jika telah menemukan kebenaran yang lain.
Mental model itu juga dapat melahirkan keraguan terhadap informasi yang diperolehnya. Untuk meningkatkan keyakinan akan kebenaran maka siswa dapat difasilitasi dalam mengembangkan model struktur sseperti pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi atau klarifikasi.
Model ini dapat dinyatakan dalam diagram seperti tertuang di bawah ini meliputi enggage, explore, explain, extend, dan berpusat pada pengembangan kemampuan mengevaluasi sebagaimana yang dikembangkan Anthony W. Lorsbach dari Universitas Illinois sebagai berikut
Saya perlu mengetahui lebih banyak mengenai……..
Saya ragu mengenai ….
Saya tidak yakin bahwa …..
Saya perlu memahami lebih dan menerapkan …….
Dalam prakteknya guru meningkatkan kemampuan ini melalui pengembangan materi. Baik mengenai hal apa yang ingin diketahui siswa lebih jauh, seperti apa tingkat pemahaman dan penguasaan yang ingin dikembangkan dan keraguan apa yang melekat dalam pemahaman tersebut.
Sikap keraguan itu perlu dijawab dengan mengkonfirmasikan terhadap unsur-unsur yang dapat meningkatkan kejelasan atas kebenaran suatu informasi. Siswa melakukan uji kesahihan apakah informasi yang dijadikan landasan kesimpulan itu benar-benar kuat.
Penguatan itu sendiri diperoleh melalui kegiatan eksplorasi melalui perluasan pengalaman, elaborasi melalui sharing dan observation, proses dan genaralisasi dan akhirnya siswa menerapkan pembelajaran yang berstandar dengan merujuk pada paradigma kognitifisme.

28/10/10

Pembelajaran Tematik,Bagaimanakah?

Proses pembelajaran merupakan fenomena yang kompleks, guru lebih banyak berhubungan dengan pola pikir siswa, dimana setiap siswa, siapapun, dimanapun memiliki setumpuk kata, pikiran, tindakan yang dapat mengubah lingkungan, baik di keluarga di sekolah maupun di masyarakat.

Pola pembelajaran yang saat ini sudah disosialisasikan khususnya bagi siswa kelas awal (kelas 1, 2 dan kelas 3) adalah dengan menggunakan pendekatan tematik. Begitu nuansa tematik ini digulirkan di dunia guru, dan sekolah, maka sepertinya terjadi suatu “keributan”. Guru mulai berpikir dan bertanya-tanya, apakah selama ini cara pembelajaran yang rasanya sudah menghasilkan lulusan siswa-siswa berprestasi, yang sudah mencetak dan menghasilkan dokter, insinyur, birokrat dianggap kurang berhasil?. Sehingga ada ungkapan bahwa “saya sudah mengajar puluhan tahun, dan saya sudah mempunyai alumni yang berhasil menjadi pejabat, menjadi dokter, menjadi insinyur dan sebagainya dianggap tidak berhasil? Pemikiran-pemikiran semacam ini akan menjadi penghambat bagi bergulirnya sebuah inovasi dalam bidang pendidikan.
Pembelajaran dengan menggunakan berbagai pendekatan, strategi dan metode diharapkan dapat memberi kemungkinan siswa mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi siswa dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi siswa yang berdimensi ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
Pembelajaran yang diciptakan baik di kelas maupun di luar kelas dilaksanakan, diharapkan dapat dikondiskan dalam suasana hubungan siswa dan guru yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, hangat, dan menyenangkan dengan prinsip ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, (di depan memberikan contoh dan teladan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di belakang memberikan daya dan kekuatan). Terlebih bagi siswa yang masih berada di kelas 1, 2 dan 3, yang masih memerlukan bimbingan, perhatian, sebagaimana pelayanan para orang tua yang dengan kasih sayang membimbing mereka.
Pelaksanaan pembelajaran seyogyanya dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, multisumber belajar serta teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar). Sebuah model pembelajaran diharapkan dapat dipergunakan sebagai wawasan untuk disesuaikan dengan kondisi siswa di masing-masing sekolah.
Siswa perlu dipersiapkan baik secara internal maupun eksternal, baik ketika di dalam kelas maupun di luar kelas. Terlebih bagi siswa yang masih berada di tataran kelas awal, yaitu kelas 1, 2 dan 3 tentu saja tidak dapat disamakan pelayannya dengan siswa yang ada di kelas tinggi, yaitu di kelas 4, 5 dan 6. siswa di kelas 1, 2 dan 3 perlu diperlakukan khusus, antara lain salah satunya dengan cara membelajarkan dengan menggunakan pendekatan tematik.
Pendekatan tematik yang akhir-akhir ini digulirkan dan telah disosialisasikan di lapangan memerlukan penjelasan yang cukup rinci. Apa, bagaimana membelajarkan model secara tematik akan dikupas di dalam naskah ini tetapi tentunya masih diperlukan adaptasi antara guru dan siswa setempat. Karena suatu model pembelajaran sangat cocok dengan siswa di kelas I di suatu tempat belum tentu sama perlakuannya apabila disajikan untuk siswa I di kelas yang lain.
Pemahaman Konsep Pendekatan Pembelajaran Tematik
Suatu pemikiran tentang pembelajaran tematik sudah dilakukan sejak konsep kurikulum 2004 mulai digulirkankan. Hal ini mengacu pada hakekat perkembangan anak terutama yang sedang berada di posisi kelas awal, kalau diistilahkan kelas rendah yaitu kelas 1, 2, dan kelas 3.
Ciri utama dari perkembangan anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah adalah pemikiran mereka masih bersifat holistik, perkembangan anak bersifat terpadu. Aspek perkembangan yang satu masih terkait erat antara yang satu dengan yang lainnya dan mempengaruhi aspek perkembangan yang lain. Perkembangan fisik tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial dan emosional, demikian juga sebaliknya. Perkembangan anak akan terpadu dengan pengalaman, kehidupan dan lingkungan kesehariannya, mulai dari lingkungan yang terdekat ke lingkungan yang semakin jauh, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dalam menyiapkan pembelajaran di kelas awal ini guru perlu mempertimbangkan beberapa aspek agar pembelajaran dapat berdaya guna dan berhasil guna. Belajar secara menyenangkan sangatlah dianjurkan agar supaya siswa tidak merasa sedang di format untuk mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan, melainkan dengan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan siswa tidak merasakan bahwa dia sebenarnya sedang belajar dan sedang mentransformasi suatu ilmu pengetahuan ke dalam dirinya, karena suasananya yang ”Joyfull Learning”
Aspek yang perlu mendapat perhatian dalam mengoptimalkan pembelajaran di sekolah dasar adalah dengan mewujudkan pembelajaran tematik dengan memperhatikan keterpaduan berbagai mata pelajaran dalam setiap kali tatap muka.
Dalam mengakomodasi berbagai aspek tersebut, guru perlu menyiapkan diri untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak dengan cara pembelajaran menggunakan pendekatan tematik yang memadukan berbagai mata pelajaran. Anak diajak memahami konsep melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Pembelajaran semacam ini diyakini sebagai suatu pembelajaran yang lebih bermakna karena sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
Pembelajaran dengan pendekatan tematik bertolak dari suatu topik atau tema tertentu yang dipilih guru dengan atau bersama anak. Di mana konsep-konsep suatu mata pelajaran saling terkait dan dijadikan sebagai alat dan wahana untuk mempelajari dan menjelajahi suatu topik atau tema.
Belajar dengan pendekatan tematik ini lebih banyak menekankan pada keterlibatan anak dalam belajar, membuat anak menjadi aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pembelajaran ini cocok sekali dengan konsep dari John Dewey yaitu Learning by Doing.
Dalam menerapkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik ini perlu disajikan contoh model penerapan pembelajaran tematik agar guru memperoleh gambaran secara utuh. Model penerapan pendekatan tematik yang secara utuh diawali dengan pemetaan kompetensi dasar dari berbagai mata pelajaran, kemudian dibuat jaringan KD dan Indikator, setelah itu dituangkan ke dalam format silabus, dari silabus ini dibuat rencana pelaksanaan pembelajaran.
Pembelajaran tematik dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu melalui tema sebagai pemersatu kegiatan yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, dimaksudkan untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Karena siswa dalam memahami berbagai konsep yang mereka pelajari selalu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dikuasainya.
Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa mata pelajaran diyakini sebagai pendekatan yang berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
Pelaksanaan pendekatan ini berawal dari suatu tema dan atau topik yang dipilih/dikembangkan dan ditemukan oleh guru dan atau bersama anak. Apabila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, maka pembelajaran terpadu ini tampak lebih menekankan pada keterlibatan anak dalam belajar.
Membuat anak aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Memberikan pengalaman langsung pada anak dan tidak tampak adanya pemisahan antara mata pelajaran yang satu dengan lainnya. Menyajikan materi dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran, bersifat fleksibel dan hasil pembelajarannya dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Tim pengembang PGSD dalam Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar disebutkan bahwa pengertian pembelajaran terpadu dapat dilihat sebagai:
• Pembelajaran yang beranjak dari satu tema tertentu sebagai pusat perhatian yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dan konsep lain, baik yang berasal dari bidang studi yang bersangkutan maupun dari bidang studi lainnya.
• Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai bidang studi/mata pelajaran yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling dan dalam rentang kemampuan dan perkembangan anak.
• Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara simultan
• Merakit atau menggabungkan sejumlah konsep dalam beberapa bidang studi/mata pelajaran yang berbeda, dengan harapan anak dapat belajar dengan lebih baik dan bermakna
Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran dengan menggunakan tema berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta menambah semangat karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata dan bermakna serta dikenal oleh anak.
Pemilihan dalam pembelajaran tema bertujuan agar supaya anak dapat:
1. Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu;
2. Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama;
3. Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4. Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi anak;
5. Lebih bergairah belajar, karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi yang nyata seperti: bertanya, bercerita, menulis, sekaligus mempelajari mata pelajaran yang lain;
6. Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas;
7. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 kali pertemuan bahkan lebih dan/atau pengayaan;
8. Budi pekerti dan moral anak dapat ditumbuhkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.
Ciri-ciri Pembelajaran Tematik
Pembelajaran terpadu memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut :
1. Berpusat pada anak;
2. Memberikan pengalaman langsung pada anak;
3. Pemisahan antara bidang studi/mata pelajaran dalam tidak begitu jelas;
4. Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi/mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran;
5. Bersifat luwes;
6. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Kekuatan Tema Dalam Proses Pembelajaran
Pembelajaran terpadu memiliki kekuatan antara lain:
1. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak;
2. Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak;
3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna;
4. Mengembangkan keterampilan berpikir anak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
5. Menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama;
6. Memiliki sikap toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan oranglain artinya respek terhadap gagasan orang lain.
7. Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan anak.
Peran Tema Dalam Proses pembelajaran
Tema berperan sebagai pemersatu kegiatan yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus, dengan membuat pembelajaran tematik, yaitu terpadu antara kelompok mata pelajaran Agama (Akhlak Mulia/Budi Pekerti/Tata krama), Pendidikan Kewarganegaraan dan Kepribadian, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang terdiri dari: (Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam), Estetika (Seni Budaya – Keterampilan), dan Jasmani dan Olah Raga dan kesehatan.
Khusus untuk mata pelajaran agama, tidak diberikan contoh perpaduan dalam tematik, dikarenakan di Indonesia ada beberapa agama yang diakui (Islam, Katolik dan Protestan, Hindu dan Budha), maka harapan penulis agar sekolah menyesuaikan dengan karakteristik keagamaannya masing-masing. Dan khusus untuk mata pelajaran agama ini disarankan agar guru kelas dapat berkoordinasi dengan guru agama dan juga guru olah raga untuk bersama-sama membuat kesepakatan mana-mana indikator yang akan dibelajarkan bersama-sama dalam naungan tema dan mana yang akan dibelajarkan oleh guru agama dan guru olah raga.
Penyepakatan ini mengacu pada bobot penyajian sebagaimana yang tertuang di dalam ketentuan Kerangka Dasar Kurikulum yang disebutkan: 15% untuk Agama, 50% untuk Calistung (baca, tulis dan hitung), 35% untuk Pendidikan Kewarganegaraan dan Kepribadian, Iptek (Bahasa, IPA, IPS dan Matematika), Estetika, Olah Raga dan Kesehatan
Alokasi waktu yang disediakan total adalah 26 jam pelajaran perminggu untuk kelas 1, 27 jam pelajaran perminggu untuk kelas 2 dan 28 jam pelajaran perminggu untuk kelas 3. sedangkan jumlah minggu efektif tersedia antara 34 – 40 minggu. Dan untuk kepentingan analisis standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator misalnya ditetapkan 36 minggu efektif dalam satu tahun, sehingga masing-masing semester tersedia 18 minggu.
Pembelajaran tematik bagi siswa kelas 1, 2, dan 3 ini tidak dikenal adanya jadwal pelajaran. Karena pembelajarannya harus dilakukan oleh guru kelas yang menyajikan secara terpadu dalam naungan sebuah tema. Jadi jadwal penyajiannya adalah pelajaran tema yang memuat beberapa mata pelajaran sekaligus. Apabila terdapat kompetensi dasar dan indikator yang dibuat ternyata diketahui tidak dapat dipadukan dalam sebuah tema, maka khusus indikator-indikator tersebut perlu dibuatkan tema tersendiri agar dapat mencapai ketuntasan kompetensi dasar.
Prinsip Pemilihan Tema
Pembelajaran terpadu yang diikat dengan sebuah tema tertentu disebut juga sebagai pembelajaran tematik. Dalam penyusunannya guru perlu melihat semua kurikulum dan silabus dari semua mata pelajaran untuk menemukan dan menentukan tema dan atau topik yang bisa dikaitkan atau dipadukan.
Penentuan tema atau topik yang dipilih diharapkan melibatkan siswa dalam tugas-tugas yang terkait dengan sesuatu yang menjadi bagian dalam kehidupan siswa.
Pemilihan dan penentuan tema atau topik yang merupakan pemersatu mata pelajaran, dan dengan adanya tema tersebut tidak dikehendaki bahwa mata pelajaran tidak dapat dibahas. Apapun tema yang akan dimunculkan seyogyanya tidak menghalangi masuknya indikator dari kompetensi dasar dari sebuah mata pelajaran yang akan dibahas.
Oleh karena itu perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Tema tidak terlalu luas, namun dapat dengan mudah dipergunakan untuk memadukan banyaknya mata pelajaran
b. Tema bermakna, artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.
c. Tema harus sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis anak
d. Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak di sekolah/kelas
e. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar
f. Mempertimbangkan kurikulum yang berlaku dan harapan masyarakat terhadap hasil belajar siswa.
g. Mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
Setelah guru memiliki tema, langkah berikutnya adalah membuat jaringan Kompetensi Dasar (KD) dan indikator. Semua KD dan indikator yang telah dibuat dari semua mata pelajaran (Agama, Bahasa Indonesia,, Matematika, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Estetika/Seni – Budaya dan Olah Raga – Jasmani dan Kesehatan) ditulis dalam jaringan.
Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Tematik
Model pembalajaran dengan pendekatan tematik khususnya siswa kelas 1, 2 dan 3 melalui beberapa tahapan antara lain, 1) guru harus sudah memiliki tema untuk satu tahun; 2) guru melakukan analisis standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari kurilulum 2004; 3) membuat hubungan antara kompetensi dasar, indikator dengan tema; 4) membuat jaringan indikator; 5) menyusun silabus tematik dan langkah keenam adalah penyusunan rencana pembelajaran tematik. Langkah-langkah tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini.
a) Pemilihan Tema
Penentuan tema yang akan dikembangkan di kelas 1 2 dan 3 dapat mempertimbangkan kriteria pembuatan tema seperti yang tertulis di depan tadi.
b) Analisis Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator
Kegiatan untuk melakukan analisis indikator, kompetensi dasar dan hasil belajar yang sesuai dengan tema dapat diorganisasikan sepenuhnya oleh sekolah. Dengan demikian kegiatan ini tidak perlu dilakukan secara tersendiri, tetapi dapat dilaksanakan bersamaan dengan penentuan jaringan indikator.
c) Hubungan Kompetensi Dasar, Indikator dengan Tema
• Mengidentifikasi semua indikator dan kompetensi dasar dari semua mata pelajaran (Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Seni-Budaya dan Olah Raga Jasmani dan Kesehatan)
• Memasukkan hasil identifikasi ke dalam format (tabel) hubungan indikator dan kompetensi dasar ke dalam tema yang relevan
• Jika ada indikator dan kompetensi dasar yang tidak bisa dimasukkan ke dalam suatu tema, maka indikator dan kompetensi dasar tersebut dibuatkan atau dicarikan tema khusus dan disajikan tersendiri, baik oleh guru kelas maupun oleh guru mata pelajaran (terutama indikator dan kompetensi dasar Agama dan Penjas)
Contoh Model Pembelajaran dengan Teknik Jigsaw di Kelas I ,Tema: Aku dan Keluargaku
Untuk siswa yang masih duduk di kelas I banyak berbicara dengan bahasa gambar, karena bahasa tulis masih dalam taraf belajar memegang pensil dan belajar huruf. Teknik Jigsaw bagi siswa kelas I sekolah dasar bisa juga diterapkan tetapi bukan sebagai ahli informasi dalam pengertian memahami wacana, melainkan informasi tentang bagaimana dapat menceritakan makna gambar yang diperoleh dalam pembelajaran.
Contoh penerapan teknik jigsaw bisa seperti di bawah ini:
1. Siswa dibagi dalam kelompok kecil, sambil belajar angka maka bisa menggunakan teknik menghitung misalnya: jumlah siswa ada 40 anak. Semua anak akan menghitung 1, 2, 3, 4. selesai hitungan 4, kembali ke 1 begitu seterusnya sampai semua anak mempunyai angka nomor berapa. Kalau sudah selesai menghitung semua, beberapa siswa ditanya dia nomor berapa, untuk mengetahui apakah siswa tersebut masih ingat akan angka/nomor dirinya.
2. Semua siswa yang berdekatan dan yang mempunyai angka 1 s.d 4 dikelompokkan menjadi satu kelompok, sehingga dalam satu kelas akan ada 10 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 anggota dalam satu kelompoknya (apabila di dalam kelas tersebut jumlah siswa ada 40 anak)
3. Guru menyajikan beberapa gambar misalnya:
a. Gambar keluarga terdiri dari seorang ayah, ibu dan 2 anak (laki-perempuan)
b. Gambar sebuah ruang tamu dengan seperangkat meja kursi
c. Gambar kakek dan nenek (orang tua dari ayah/ibu) datang
d. Gambar adik/bibi dari ibu membacakan cerita untuk anak-anak
4. Setelah dipastikan semua anak menerima gambar sesuai dengan nomor dirinya masing-masing, selanjutnya semua anak ditugaskan mengamati gambarnya yang diterimanya kemudian memaknai gambarnya.
5. Setelah selesai, memaknai gambarnya yang diterimanya, semua siswa yang memiliki gambar sama berkumpul dalam satu kelompok besar. Untuk mempermudah siswa membentuk kelompok ahli, guru menyiapkan kertas yang berbeda warna sehingga apabila ada siswa yang salah masuk ke kelompok yang tidak sesuai dengan nomor gambarnya akan mudah diketahui.
6. Dalam kelompok ahli (kelompok gambar yang sama) semua siswa diminta saling bercerita sesuai dengan pemaknaan masing-masing, kemudian disepakati kesimpulan dari cerita yang sama.
1. Setelah selesai berdiskusi tentang gambar semua siswa ditugaskan untuk kembali ke kelompok semula (yang beranggotakan 4 anak) dikatakan sebagai kelompok 4 serangkai, karena terdiri dari 4 anggota dalam setiap kelompoknya.
2. Setelah berkumpul kembali ke kelompok awal, semua siswa diminta untuk secara bergantian bercerita tentang hasil diskusi di kelompok ahli tadi. Semua siswa dalam kelompok empat serangkai ini akan mendapat cerita dari tiga temannya. Sehingga setiap siswa dalam satu kelas akan mempunyai 4 jawaban yang kurang lebih sama.
3. Berikutnya guru memanggil satu kelompok secara bergantian untuk maju ke depan kelas menceritakan hasil diskusinya. Kelompok lain bisa memberikan komentar, atau pertanyaan terhadap cerita temannya di depan kelas, sambil membiasakan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapatnya.
4. Guru memberikan klarifikasi apabila ada cerita siswa/kelompok yang tidak sesuai dengan fakta gambar. Dan memberikan penguatan jika jawaban siswa benar. Dan jika salah, maka guru memberikan pelurusan secara arif, tidak menyalahkan, melainkan memberikan rasional yang bijak.
Cara ini hanyalah salah satu dari sekian banyak teknik pembelajaran. Masih banyak teknik lain yang dapat dipergunakan dalam membelajarkan materi yang memadukan materi dari berbagai mata pelajaran yang disatukan dalam sebuah tema.
REFERENSI
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan

10/09/10

Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1431 H


25/08/10

10 Missing Link Evolusi Manusia

Netsains.Com – Ilmu pengetahuan memang tak ada habisnya mengungkap misteri kehidupan. Namun ternyata masih ada saja mata rantai terputus alias missing link yang hadir di antara teori yang diciptakan para ilmuwan kita. Berikut ada 10 mata rantai terputus seputar evolusi manusia yang belum dapat ditemukan pemecahannya.

1. Neanderthal

Dikenal sebagai mahluk yang tahan pada hawa dingin, Neanderthal terlihat memiliki asal muasal yang berbeda dari manusia modern. Namun di beberapa hal mereka memiliki kesamaan dengan kita, misalnya mereka menguburkan orang mati, merawat sesamanya yang sakit, dan bahkan juga menguasai bahasa dan musik. Ilmuwan masih terus berusaha memecahkan missing link ini dengan meneliti genomnya.

2. Cro-Magnon

Manusia ini terlihat sangat identik dengan manusia modern, hidup di Eropa antara 35.000-10.000 tahun lalu. Lukisan di gua mereka serta pahatan yang dibuat dikenal sebagai contoh karya seni yang dibuat oleh manusia prasejarah.

3. Homo floresiensis

Selama berabad-abad, mitologi mengatakan bahwa ada mahluk menyerupai manusia namun berukuran lebih kecil yang disebut Ebu Gogo. Sangat sulit dipercaya bahwa mereka sungguhan ada, sampai pada tahun 2003 lalu ilmuwan menemukan fosilnya di Indonesia.

4. Homo erectus

Salah satu mitos paling terkenal mengenai spesies ini adalah, para lelakinya sering beradu tengkorak kepala sampai pecah untuk berebut perempuan. Homo erectus secara umum dipercaya sebagai nenek moyang langsung dari manusia modern, juga sebagai hominid pertama yang hidup di gua serta mengenal api.

5. Homo ergaster

Ilmuwan tidak bisa memutuskan apakah benar hominid asal Afrika ini adalah moyang awal manusia modern yang gagal. Mereka memiliki tengkorak kepala yang lebih tipis dari manusia, tapi juga andal menciptakan alat dan menggunakan api.

6. Homo habilis

Banyak ilmuwan yang yakin bahwa Homo habilis adalah rantai terputus antara hominid menyerupai kera seperti Lucy dan hominid yang lebih mirip manusia yang ekses setelahnya. Mereka memiliki tangan panjang seperti kera tapi berjalan dengan dua kaki dan mampu menciptakan alat-alat kasar.

7. Paranthropus bosei

Ini adalah spesies yang tidak terlalu pilih-pilih dalam hal makanan. Mereka terpisah dari jalur silsilah yang menuju ke manusia modern sejak 3 juta tahun lalu. Mereka hidup berdampingan dengan nenek moyang kita selama beberapa juta tahun, tapi mati akibat gagal beradaptasi dengan pola makannya.

8. Paranthropus aethiopicus

Hominid menyerupai kera ini berjalan dengan dua kaki, hidup antara 2,8-2,2 juta tahun silam. Berdasar dari pengukuran tengkorak kepalanya, ilmuwan menyimpulkan bahwa spesies ini memiliki otak ukuran dewasa yang terkecil di antara otak hominid yang pernah ada.

9. Australopithecus africanus

Spesies asal Afrika ini adalah nenek moyang Lucy yang lebih awal, hidup di Afrika Selatan sekitar 2-3 juta tahun lalu. Ukuran otaknya lebih besar dari Lucy. Fitur tulang wajahnya juga lebih mirip manusia.

10. Australopithecus afarensis

Yang paling terkenal dari spesies ini adalah Lucy, fosil wanita dewasa yang ditemukan tahun 1974. Dinamai Lucy karena terispirasi dari lagu Beatles. Lucy hidup sekitar 3,18 juta tahun silam dan mampu berjalan dan berlari dengan dua kaki.

Apa hubungan semua spesies itu dengan kita, manusia modern? Nah, itulah mata rantai terputus yang masih terus berusaha dicari “sambungannya” oleh para ilmuwan kita.

Diterjemahkan secara bebas dari Livescience.com

24/08/10

Prestasi Belajar dan Kesulitan Belajar?

Kesulitan belajar terdiri dari dua kata yaitu kesulitan dan belajar. Sebelum dikemukakan pengertian belajar terlebih dahulu akan diuraikan pengertian belajar dan kesulitan. Dari pengertian tersebut maka seseorang dikatakan telah belajar apabila padanya terjadi perubahan tertentu. Dengan kata lain bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang melalui suatu proses tertentu. Namun demikian tidak semua perubahan tingkah laku itu disebabkan oleh hasil belajar, tetapi juga disebabkan oleh proses alamiah atau keadaan sementara pada diri seseorang.

Sedangkan kesulitan belajar berarti kesukaran, kesusahan, keadaan yang sulit atau sesuatu yang sulit. Kesulitan merupakan suatu kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan sehingga diperlukan usaha yang lebih baik untuk mengatasi hambatan.

Berdasarkan pengertian belajar dengan kesulitan yang telah dikemukakan diatas, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kesulitan belajar yaitu suatu kondisi yang dapat mengakibatkan adanya hambatan dalam kegiatan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu kondidi yang mengalami hambatan dalam mencapai suatu perubahan apakah itu berbentuk sikap, pengetahuan maupun keterampilan.

Pengertian kesulitan belajar berhubungan dengan kegagalan belajar, dapat dilihat dari prestasi belajar siswa yang rendah. Gejala kesulitan belajar dapat pula dilihat dari tidak terpenuhinya harapan-harapan yang dituntut oleh sekolah terhadap siswa, harapan guru, dan harapan orang tua. Selain itu kesulitan belajar pula dapat ditandai pada siswa yang dianggap memiliki potensi tinggi, tetapi prestrasi yang dicapai hanya setingkat dengan prestasi teman-temannya yang memiliki potensi rata-rata. Potensi yang mereka capai tidak sesuai dengan potensi yang mereka miliki.

Kesulitan belajar yang dialami siswa dalam belajar sangat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Faktor yang dapat menimbulkan kesulitan belajar adalah: (a) faktor-faktor yang bersumber dari diri sendiri; (b) faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah; (c) faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga; (d) faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat.
Karya ilmiah ini hanya meninjau faktor-faktor kesulitan yang bersumber dari diri individu yang belajar, yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan keterampilan (phsycomotorik).

Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan kemampuannya, serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu yang belajar.

Menurut Ali (1992) belajar adalah suatu proses perubahan prilaku akibat interaksi individu dengan lingkungannya.

Pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan yang berupa pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya sedikit banyak permanen.

Slameto (1995:2) mendefinisikan belajar sebagai berikut:
“Belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baik secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Dengan demikian belajar pada dasarnya ialah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Perubahan tingkah laku menurut Witherington (dalam Nana Sudjana, 1998:18) meliputi: perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi. Yang dimaksudkan dengan pengalaman dalam proses belajar tidak lain ialah interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Nana Sudjana (1991) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses dituangkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan kemampuan daya reaksi belajarnya dan proses daya penerimaan dan lain-lain yang ada pada dirinya

Tingkah laku sebagai hasil dari pada proses belajar dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri (faktor interen) maupun faktor yang berada di luar individu (faktor eksteren). Faktor interen antara lain ialah: kemampuan yang dimilikinya, minat dan perhatian, kebiasaan, usaha dan motivasi serta faktor-faktor lainnya. Faktor lingkungan dalam proses pendidikan dan pengajaran dibedakan menjadi tiga lingkungan, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Unsur lingkungan yang disebutkan di atas pada hakikatnya berfungsi sebagai lingkungan belajar seseorang, yakni lingkungan tempat ia berinteraksi sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada dirinya.

Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar oleh individu untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sifatnya relatif permanen.

Prestasi dapat dikatakan sebagai hasil usaha. Dengan kata lain prestasi menunjukkan suatu keberhasilan yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha.

Prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar matematika dalam selang waktu tertentu. Prestasi juga dapat diartikan sebagai suatu tingkat keberhasilan yang dicapai pada akhir suatu kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan. Jadi prestasi belajar matematika dapat diartikan sebagai suatu hasil belajar mengajar pada bidang studi matematika.

Lebih khusus, prestasi belajar dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan instruksional yang telah disusun sebelumnya setelah kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Prestasi biasanya ditunjukkan dengan angka-angka yang diperoleh dari hasil pemberian tes prestasi belajar sebagai evaluasi dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai murid dalam bidang studi tertentu dengan menggunakan tes yang terstandar sebagai pengukuran keberhasilan belajar seseorang.

Berdasarkan hal tersebut, maka hasil yang berupa kecakapan nyata dapat diukur dengan menggunakan tes prestasi belajar.

Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Jadi prestasi belajar adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan suatu usaha tertentu.

19/08/10

PERUSAK AMAL IBADAH


1. Kufur, Syirik, Murtad, dan Nifaq.
2. Riya’/dengki/sombong
Celaan terhadap riya’ telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Firman Allah: "... seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu sperti batu yang licin dan diatasnya ada tanah, kemudian batu itu mejadilah bersih (tidak bertanah). Mereka itu tidak menguasai sesuatu sesuatu apapun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." [Al-Baqarah: 264].

Rasullullah saw bersabda: "Sesungguhnya yang aku paling takutkan atas kamu sekalian ialah syirik kecil, yaitu riya’. Allah berfirman pada hari kiamat, tatkala memberikan balasan terhadap amal-amal manusia, ‘Pergilah kepada orang-orang yang dulu kamu berbuat riya’ di dunia, lalu lihatlah apakah kamu mendapatkan balasan bagi mereka?" [HR. Ahmad 5/428, 429, shahih].

Maka dari itu jauhilah riya’, karena ia merupakan bencana amat jahat, yang bisa menggugurkan amal dan menjadikannya sia-sia. Ketahuilah, bahwa orang-orang yang riya’ adalah pertama kali menjadi santapan neraka, karena mereka telah menikmati hasil perbuatannya di dunia, sehingga tidak ada yang menyisa di akhirat.
Ya Allah, sucikanlah hati kami dari nifaq dan amal kami yang riya’ teguhkanlah kami pada jalan-Mu yang lurus, agar datang keyakinan kepada kami.

3. Menyebut-Nyebut Shadaqah dan Menyakiti Orang Yang Diberi.
4. Melakukan Bid’ah Dalam Agama.
5. Melanggar Hal-Hal Yang Diharamkan Allah
6. Mendatangi Dukun dan Peramal
7. Durhaka Kepada Kedua Orang Tua.
8. Mabuk judi, narkoba
9. Perkataan Dusta dan Palsu
10. Orang Muslim Mejauhi Saudaranya Sesama Muslim Tanpa Alasan Yang Dibenarkan Syariat

Dari Abu Hurairah ra, seungguhnya Rasulullah saw bersabda: "Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, lalu setiap hamba yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah akan diampuni, kecuali seseorang yang antara dirinya dan saudaranya terdapat permusuhan. Lalu dikatakan: ‘Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai." [HR. Muslim 16/122, 123].

15/08/10

Interaksi-Komunikasi dalam Pembelajaran

Pembelajaran terwujud dalam bentuk interaksi timbal balik secara dinamis antara guru dengan siswa dan atau siswa dengan kondisionong belajarnya. Guru pada saat tertentu berposisi sebagai perangsang atau stimulasi yang memancing anak untuk bereaksi sebagai wujud aktivitasnya yang disebut belajar.

Pada saat yang lain guru bereaksi atas aksi-aksi yang diperbuat anak. Interaksi diantara kedua belah pihak berjalan secara dinamis bertolak dari kondisi awal melalui titik-titik sepanjang garis kontinum hingga akhir kegiatan pembelajaran. Interaksi dinamis guru-siswa dalam pembelajaran dapat terwujud dalam berbagai bentuk hubungan. Interaksi guru-murid dapat mengambil bentuk hubungan langsung, yakni interaksi secara tatap muka. Dalam bentuknya yang lain hubungan guru-siswa bersifat tidak langsung, yakni melalui perantaraan media pembelajaran seperti paket belajar, modul pembelajaran, penyelesaian tugas-tugas terstruktur, dan sejenisnya. Di samping itu interaksi guru-siswa terealisasi pula melalui hubungan yang bersifat campuran. Meskipun guru telah memanfaatkan media pembelajaran, tetapi guru tetap hadir dalam pembelajaran. Pola arus interaksi guru-murid di kelas memiliki berbagai kemungkinan arus komunikasi. Sedikitnya menurut H.C Lindgren dalam Raka Joni (1980), ada empat pola arus komunikasi: (1) komunikasi guru-siswa searah, (2) komunikasi dua arah -- arus bolak-balik--, (3) komunikasi dua arah antara guru-siswa dan siswa-siswa, (4) komunikasi optimal total arah. Arus komunikasi dalam pembelajaran ada pula yang membedakan kedalam dua jenis, yakni one way traffic comunication dan two way traffic comunication. Pengaturan materi interaksi, dapat dibedakan dalam beberapa bentuk pengaturan. Pengaturan materi dapat dibedakan menjadi tiga sifat, yakni implisit, eksplisit, dan implikatif. Pengaturan materi secara implisit yakni pengaturan materi yang bersifat terselubung. Makna (meaning) isikomunikasi tersirat dibalik yang tersurat. Sedangkan pengaturan secara eksplisit, bila mana makna isi komunikasi, tersurat secara lahiriah atau tekstual. Sementara pengaturan secara implikatif, yakni pengaturan materi komunikasi yang maknanya hanya dapat ditemukan dari apa yang tersorot oleh proses komunikasi tersebut.

10/08/10

Inovasi Pendidikan Dan Pembelajaran

Secara sederhana inovasi dimaknai sebagai pembaruan atau perubahan yang ditandai adanya hal yang baru. Upaya untuk mencari hal yang baru itu, mungkin disebabkan oleh beberapa hal antara lain dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi seseorang atau kelompok.

Dengan demikian, sesuatu ide atau temuan yang baru atau perubahan baru tetapi kurang membawa dampak kepada upaya pemecahan masalah tidak dapat diklasifikasikan sebagai inovasi.

Inovasi sebagai suatu ide, gagasan, praktik atau obyek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Oleh sebab itu, inovasi pada dasarnya merupakan pemikiran cemerlang yang bercirikan hal baru ataupun berupa praktik-praktik tertentu ataupun berupa produk dari suatu hasil olah-pikir dan olah-teknologi yang diterapkan melalui tahapan tertentu yang diyakini dan dimaksudkan untuk memecahkan persoalan yang timbul dan memperbaiki suatu kedaan tertentu ataupun proses tertentu yang terjadi di masyarakat. Dalam bidang pendidikan, misalnya, untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi, telah banyak dilontarkan model-model inovasi dalam berbagai bidang antara lain : usaha pemerataan pendidikan, peningkatan mutu, peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan, dan relevansi pendidikan. Kesemuanya dimaksudkan agar difusi inovasi yang dilakukan bisa diadopsi dan dimanfaatkan untuk perbaikan dan pemecahan persoalan pendidikan di Tanah Air. Beberapa contoh inovasi antara lain : program belajar jarak jauh, manajemen berbasis sekolah, pengajaran kelas rangkap, pembelajaran konstektual (contectual learning), pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (Pakem).

Dalam bidang pendidikan, banyak usaha yang dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya pembaruan atau inovasi pendidikan. Inovasi yang terjadi dalam bidang pendidikan tersebut, antara lain dalam hal manajemen pendidikan, metodologi pengajaran, media, sumber belajar, pelatihan guru, implementasi kurikulum, dsb.
Dalam modul ini, akan dibahas tiga kegiatan belajar, yaitu: (i) Pengertian Inovasi, Difusi Inovasi Pendidikan, dan Faktor yang Mempengaruhinya; (ii) Ciri Inovasi Pendidikan dan Proses Pengembangannya; (iii) Konstribusi Inovasi Pendidikan dan Hambatan dalam Adopsi Inovasi Pendidikan.

Tujuan pembelajaran umum yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami berbagai konsep teori tentang inovasi dan difusi inovasi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya guna diaplikasikan dalam garapan pendidikan.
Secara lebih khusus, dengan mempelajari secara seksama kegiatan belajar ini, diharapkan para mahasiswa dapat :
1. mengidentifikasi unsur dan ciri inovasi pendidikan;
2. menganalisis adopsi dan proses pengembangan inovasi pendidikan
3. menganalisis konstribusi inovasi pendidikan di Indonesia

Untuk mencapai tujuan tersebut, Anda seyogyanya membaca uraian dengan cermat, mengerjakan tugas tugas serta mendiskusikannya dengan teman, serta mengerjakan tes formatif untuk menguji tingkat penguasaan Anda. Hal yang harus diperhatikan adalah kedisiplinan Anda dalam membaca uraian dan mengerjakan tugas-tugas yang terintegrasi dalam uraian akan sangat membantu keberhasilan Anda dalam memahami bahan ini secara keseluruhan. Selamat belajar!
Sumber: Makalah, oleh:Dinn Wahyudin dan Rudi Susilana

26/07/10

Aliran-aliran Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan merupakan pemikiran yang ideal tentang pendidikan itu sendiri: Apa itu pendidikan, bagaimana mendidik yang baik, dan apa hasil pendidikan yang ideal. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan antara lain ialah:

1. Idealisme.
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa alam semesta ini adalah perwujudan intelegensi dan kemauan, hal zat atau substansi yang kekal dan abadi dalam dunia ini bersifat keijiwaan, spiritual atau rohaniah. Dan hal-hal yang bersifat materil bersumber kepada hal-hal yang bersifat kejiwaan. Tokoh aliran ini antara lain Plato, David Hume, dan Hegel.

2. Realisme
Realisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa alam semesta bersifat materil yang tidak bergantung kepada hal-hal yang bersifat kejiwaan, dan dapat diketahui secara langsung melalui pengalaman penginderaan dan dengan mempergunakan pikiran. Tokoh aliran ini antara lain Aristoteles (realisme klasik), dan Thomas Aquino (realisme religius). Pendidikan dalam pandangan realisme adalah proses perkembangan intelegensi, daya kraetif dan sosial individu yang mendorong pada terciptanya kesjahteraan umum. Realisme sejalan dengan empirisme, di mana metode eksperimen dan observasi sangat penting dalam pembelajaran.

3. Naturalisme Romantik
Tokoh aliran filsafat ini adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Rousseau diakui sebagai bapak romantisisme, yaitu suatu gerakan di mana para seniman dan para penulis menekankan tema-tema yang sentimentil, kealamiahan/kewajaran, dan kemurnian. Ajaran filsafat naturalisme romantik Rousseau dalam Emile antara lain berisi gagasan sebagai berikut: “Segala sesuatu yang berasal dari Sang Pencipta adalah baik, tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena tangan manusia. Pendidikan Emile adalah pendidikan naturalistik atau alami dalam arti: (1) pendidikan yang mengembangkan kemampuan-kemampuan alami atau bakat/ pembawaan anak, (2) pendidikan yang berlangsung dalam alam, dan (3) pendidikan negatif.

4. Pragmatisme
Tokoh aliran filsafat ii antara lain John Dewey dan Williams James. Pragmatisme adalah salah satu aliran filsafat yang anti metafisika. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu di alam dan dalam kehidupan ini berubah (becoming), hakikat segala sesuatu adalah perubahan itu sendiri. Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikis dan sosial. Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak dewasa dan tak berdaya, tanpa dibekali dengan bahasa, keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan atau norma-norma sosial. Hal ini mengandung arti bahwa setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai kemampuan-kemampuan biologis, psikologis, dan sosial. Sesuai dengan pandangannya tentang hakikat realitas, manusia dipandang sebagai mahluk yang dinamis, tumbuh dan berkembang. Anak dipandang sebagai individu yang aktif.
Hakikat pengetahuan menurut pragmatisme terus berkembang, bersifat hipotetis dan kebenarannya relatif tergantung praktek dan kegunaannya dalam kehidupan. Pengetahuan adalah instrumen untuk bertindak. Hakikat nilai menurut pragmatisme tidak ada nilai yang berlaku secara universal atau absolut. Etika tidak diturunkan dari hukum tertinggi yang bersumber dari zat supernatural. Standar tingkah laku perseorangan dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman hidup. Etika pragmatisme memiliki karakteristik: empiris, relatif, partikular (khusus), dan ada dalam proses.
Pendidikan diartikan sebagai proses reorganisasi dan rekonstruksi (penyusunan kembali) pengalaman sehingga dapat menambah efisiensi individu dalam interaksinya dengan lingkungan dan dengan demikian mempunyai nilai sosial untuk memajukan kehidupan masyarakat.
Sedangkan untuk belajar dan pembelajaran dikenal filsafat behaviorisme, maturasionisme, dan interaksionisme. Behaviorisme memandang bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku yang relatif permanen hasil dari pengalaman. Paham ini tidak membicarakan apa yang terjadi di dalam diri anak atau di otaknya, tetapi dari perilaku yang tampak.

17/07/10

65 Model Pembelajaran Berorientasi Kompetensi

Abstrak: Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan konatif) dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya.

Agar hal tersebut di atas dapat terwujud, guru seyogianya mengetahui bagaimana cara siswa belajar dan menguasai berbagai cara membelajarkan siswa. Model belajar akan membahas bagaimana cara siswa belajar, sedangkan model pembelajaran akan membahas tentang bagaimana cara membelajarkan siswa dengan berbagai variasinya sehingga terhindar dari rasa bosan dan tercipta suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.

Kata Kunci: model belajar, model pembelajaran, potensi siswa, kompetensi, life skill, suasana belajar

A. Pendahuluan
Kurikulum 2004 berbasis kompetensi (KBK), yang diperbaharui dengan Kurikulum 2006 (KTSP), telah berlaku selama 4 tahun dan semestinya dilaksanakan secara utuh pada setiap sekolah. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan pembelajaran di sekolah, masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi siswa. Hal ini tampak pada RPP yang dibuat oleh guru dan dari cara guru mengajar di kelas masih tetap menggunakan cara lama, yaitu dominan menggunakan metode ceramah-ekspositori. Guru masih dominan dan siswa resisten, guru masih menjadi pemain dan siswa penonton, guru aktif dan siswa pasif. Paradigma lama masih melekat karena kebiasaan yang susah diubah, paradigma mengajar masih tetap dipertahankan dan belum berubah menjadi peradigma membelajarkan siswa. Padahal, tuntutan KBK, pada penyusunan RPP menggunakan istilah skenario pembelajaran untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas, ini berarti bahwa guru sebagai sutradara dan siswa menjadi pemain, jadi guru memfasilitasi aktivitas siswa dalam mengembangkan kompetensinya sehingga memiliki kecakapan hidup (life skill) untuk bekal hidup dan penghidupannya sebagai insan mandiri.

Demikian pula, pada pihak siswa, karena kebiasaan menjadi penonton dalam kelas, mereka sudah merasa enjoy dengan kondisi menerima dan tidak biasa memberi. Selain dari karena kebiasaan yang sudah melekat mendarah daging dan sukar diubah, kondisi ini kemungkinan disebabkan karena pengetahuan guru yang masih terbatas tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana cara membelajarkan siswa. Karena penghargaan terhadap profesi guru sangat minim, boro-boro sempat waktu untuk membaca buku yang aktual, mereka sangat sibuk untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dan memang itu kewajiban utama, apalagi untuk membeli buku pembelajaran yang inovatif. Mereka bukan tidak mau meningkatkan kualitas pemebelajaran, tetapi situasi dan kondisi kurang memungkinkan. Permasalahannya adalah bagaimana mengubah kebiasaan prilaku guru dalam kelas, mengubah paradigma mengajar menjadi membelajarkan, sehingga misi KBK dapat terwujud. Dengan paradigma yang berubah, mudah-mudahan kebiasaan murid yang bersifat pasif sedikit demi sedikit akan berubah pula menjadi aktif.

Tulisan sederhana ini sengaja dibuat untuk para guru, yang saya hormati dan saya banggakan, untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan, semoga dengan sajian sederhana ini dapat dijadikan bekal untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, sehingga kualitas amal sholehnya melalui profesi guru menjadi meningkat pula. Tulisan ini membahas tentang kompetensi siswa sesuai tuntutan kurikulum untuk sekedar mengingatkan, model-model belajar agar memahami benar bagaimana siswa belajar yang efektif, dan model pembelajaran yang bisa dipilih dan digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, materi, fasilitas, dan guru itu sendiri.

B. Kompetensi Siswa
Kompetensi (competency) adalah kata baru dalam bahasa Indonesia yang artinya setara dengan kemampuan atau pangabisa dalam bahasa Sunda. Siswa yang telah memiliki kompetensi mengandung arti bahwa siswa telah memahami, memaknai dan memanfaatkan materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Dengan perkataan lain, ia telah bisa melakukan (psikomotorik) sesuatu berdasarkan ilmu yang telah dimilikinya, yang pada tahap selanjutnya menjadi kecakapan hidup (life skill). Inilah hakikat pembelajaran, yaitu membekali siswa untuk bisa hidup mandiri kelak setelah ia dewasa tanpa tergantung pada orang lain, karena ia telah memiliki komptensi, kecakapan hidup. Dengan demikian belajar tidak cukup hanya sampai mengetahui dan memahami.

Kompetensi siswa yang harus dimilki selama proses dan sesudah pembelajaran adalah kemampuan kognitif (pemahaman, penalaran, aplikasi, analisis, observasi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, koneksi, komunikasi, inkuiri, hipotesis, konjektur, generalisasi, kreativitas, pemecahan masalah), kemampuan afektif (pengendalian diri yang mencakup kesadaran diri, pengelolaan suasana hati, pengendalian impulsi, motivasi aktivitas positif, empati), dan kemampuan psikomotorik (sosialisasi dan kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi, presentasi, prilaku). Istilah psikologi kontemporer, kompetensi / kecakapan yang berkaitan dengan kemampuan profesional (akademik, terutama kognitif) disebut dengan hard skill, yang berkontribusi terhadap sukses individu sebesar 40 % . Sedangkan kompetensi lainnya yang berkenaan dengan afektif dan psikomotorik yang berkaitan dengan kemampuan kepribadian, sosialisasi, dan pengendalian diri disebut dengan soft skill, yang berkontribusi sukses individu sebesar 60%. Suatu informasi yang sangat penting dan sekaligus peringatan bagi kita semua.

C. Model-model Belajar
Uraian berikut ini adalah untuk menjawab pertanyaan, bagaimana siswa belajar? Dengan memahami uraian ini, guru (kita) bisa menyesuaikan pelaksanaan pembelajaran dengan kondisi siswa. Bukankah pemberian harus diselaraskan dengan mereka yang akan menerima pemberian sehingga dapat bermanfaat secara optimal, dan tidak sebaliknya.

Model-model belajar yang dimaksud pada judul di atas adalah berbagai cara-gaya belajar siswa dalam aktivitas pembelajaran, baik di kelas ataupun dalam kehidupannya sehari-hari antar sesama temannya atau orang yang lebih tua. Dengan memahami model-model belajar ini, diharapkan para guru (kita semua) dapat membelajarkan siswa secara efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.

Ada berbagai model belajar yang akan dibahas, yaitu:

1. Peta Pikiran
Buzan (1993) mengemukakan bahwa otak manusia bekerja mengolah informasi melalui mengamati, membaca, atau mendengar tentang sesuatu hal berbentuk hubungan fungsional antar bagian (konsep, kata kunci), tidak parsial terpisah satu sama lain dan tidak pula dalam bentuk narasi kalimat lengkap. Sebagai contoh, kalau dalam pikiran kita ada kata (konsep) Bajuri, maka akan terkait dengan kata lain secara fungsional, seperti gemuk, supir bajay, kocak, sederhana, atau ke tokoh lain Oneng, Ema, Ucup, Hindun, dan lain-lain dengan masing-masing karakternya. Demikian pula kata dalam pikiran kita terlintas FKIP Universitas Langlangbuana Bandung akan terkait alamatnya, pejabatnya, dosen-dosen dan staf administrasi, dan besar penghargaan untuk perkuliahan per-sks. Silakan anda mencoba menuliskan / menggambarkan peta pikiran tentang Bajuri dan FKIP Unla di atas. Kalau dibuat narasinya akan ada perbedaan redaksi, meskipun dengan makna yang tidak berbeda.

Dalam bidang studi keahlian anda, misalnya ambil satu materi dalam pelajaran Matematika, Akuntansi, Agama, atau yang lainnya. Silakan buat (tulis-gambar) peta pikiran yang terlintas kemudian narasikan secara lisan. Tulisan atau gambar peta pikiran tersebut dinamakan dengan peta konsep (concept map).

Selanjutnya Buzan mengemukakan bahwa cara belajar siswa yang alami (natural) adalah sesuai dengan cara kerja otak seperti di atas berupa pikiran. Yang produknya berupa peta konsep. Dengan demikian belajar akan efektif dengan cara membuat catatan kreatif yang merupakan peta konsep, sehingga setiap konsep utama yang dipelajari semuanya teridentifikasi tidak ada yang terlewat dan kaitan fungsionalnya jelas, kemudian dinarasikan dengan gaya bahasa masing-masing. Dengan demikian konsep mendapat retensi yang kuat dalam pikiran, mudah diingat dan dikembangkan pada konsep lainnya. Belajar dengan menghafalkan kalimat lengkap tidak akan efektif, di samping bahasa yang digunakan menggunakan gaya bahasa penulis. Mengingat hal itu, sajian guru dalam pembelajaran harus pula dikondisikan berupa sajian peta konsep, guru membumbuinya dengan narasi yang kreatif.

Selanjutnya, Buzan mengemukakan bahwa kemampuan otak manusia dapat memproses informasi berupa bahasa sebanyak 600 – 800 kata permenit. Dengan kemampuan otak seperti itu dibandingkan dengan kemampuan komputer sangat tinggi. Jika benar-benar dimanfaatkan secara optimal, setiap kesempatan dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran diri dalam segala hal. Hanya sayang banyak orang yang mengabaikannya atau digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat untuk peningkatan kualitas diri, misalnya berangan-angan, menonton, mengobrol atau bercanda tanpa makna. Bagaimana dengan anda?.

2. Kecerdasan Ganda
Goldman (2005) mengemukakan bahwa struktur otak, sebagai instrumen kecerdasan, terbagi dua menjadi kecerdasan intelektual pada otak kiri dan kecerdasan emosional pada otak kanan. Kecerdasan intelektual mengalir-bergerak (flow) antara kebosanan bila tuntutan pemikiran rendah dan kecemasan bila terjadi tuntutan banyak. Bila terjadi kebosanan otak akan mengisinya dengan aktivitas lain, jika positif akan mengembangkan penalaran akan tetapi jika diisi dengan aktivitasa negatif, misal kenakalan atau lamunan, inlah yang disebut dengan sia-sia atau mubadzir (at tubadziru minasy-syaithon).

Sebaliknya jika tuntutan kerja otak tinggi akan terjadi kecemasan-kelelahan. Kondisi ini akan bisa dinetralisir dengan relaksasi melalui penciptaan suasana kondusif, misalnya keramahan, kelembutan, senyum-tertawa, suasana nyaman dan menyenangkan, atau meditasi keheningan dengan prinsip kepasrahan kepada sang Pencipta. Dengan demikian aktivitas otak kiri semestinya dibarengi dengan aktivitas otak kanan.

Sel syaraf pada otak kiri berfungsi sebagai alat kecerdasan yang sifatnya logis, sekuensial, linier, rasional, teratur, verbal, realitas, ide, abstrak, dan simbolik. Sedangkan sela syaraf otak kanan berkaitan dengan kecerdasan yang sifatnya acak, intuitif, holistic, emosional, kesadaran diri, spasial, musik, dan kreativitas. Penting untuk diketahui bahawa kecerdasan intelkektual berkontribusi untuk sukses individu sebesar 20% sedangkan kecerdasan emosional sebesar 40%, siswanya sebanyak 40% dipengaruhi oleh hal lainnya.

Ary Ginanjar (2002) dan Jalaluddin Rahmat (2006) mengukakan kecerdasan ketiga, yaitu Kecerdasan Spiritual (nurani-keyakinan) atau kecerdasan fitrah yang berkenaan dengan nilai-nilai kehidupan beragama. Sebagai orang beragama, kita semestinya berkeyakinan tinggi terhadap kecerdasan ini, bukankah ada ikhtiar dan ada pula taqdir, ada do’a sebagai permintaan dan harapan, dan ibadah lainnya. Bukankan ketentraman individu karena keyakinan beragama ini.

Gardner (1983) mengemukakan tentang kecerdasan ganda yang sifatnya mulkti dengan akronim Slim n Bill, yaitu Spacial-visual , Linguistic-verbal, Interpersonal-communication, Musical-rithmic, natural, Body-kinestic, Intrapersonal-reflective, Logic-thinking-reasoning.

3. Metakognitif
Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan secara bebas sebagai kesadaran berfikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu. Sharples & Mathew (1998) mengemukakan pendapat bahwa metakognitrif dapat dimanfaatkan untuk menerapkan pola pikir pada situasi lain yang dihadapi.

Kemampuan metakognitif setiap individu akan berlainan, tergantung dari variabel meta kognitif, yaitu kondisi individu, kompleksitas, pengetahuan, pengalaman, manfaat, dan strategi berpikir. Holler, dkk. (2002) mengemukakan bahwa aktivitas metakognitif tergantung pada kesadaran individu, monitoring, dan regulasi.

Komponen meta kognitif menurut Sharples & Mathew ada 7, yaitu: refleksi kognitif, strategi, prediksi, koneksi, pertanyaan, bantuan, dan aplikasi. Sedangkan Holler berpendapat tentang komponen metakognitif, yaitu: kesadaran, monitoring, dan regulasi.

Metakognitif bisa digolongkan pada kemampuan kognitif tinggi karena memuat unsure analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai cikal bakal tumbuhkembangnya kemampuan inkuiri dan kreativitas. Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran semestinya membiasakan siswa untuk melatih kemampuan metakognitif ini, tidak hanya berpikir sepintas dengan makna yang dangkal.

4. Komunikasi
Siswa dalam belajar tidak akan lepas dari komunikasi antar siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru. Kemampuan komunikasi setiap individu akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang bersangkutan dan membentuk kepribadiannya, ada individu yang memiliki pribadi positif dan ada pula yang berkpribadian negatif.

Perhatikan hasil penelitian Jack Canfield (1992), untuk kita simak dan renungkan, bahwa seorang anak ayang masih polos-natural, setiap hari biasa menerima 460 komentar negatif dan 75 koentar positif dari oarng yang lebih tua dalam kehidupannya. Akibatnya sungguh mengejutkan, anak yang pada awalnya secara alami penuh keyakinan, keberanian, suka tantangan, ingin mencoba, ingin tahu dengan pengaruh komunikasi negatif yang lebih dominant dari orang sekelilingnya, ternyata lama kelamaan keyakinannya terguncang dan rasa percaya dirinya menurun, sehingga dia tumbuh menjadi penakut, pemalu, ragu-ragu, menghindar, membiarkan, dan cemas. Dampak selanjutnya pada waktu bwersekolah, belajar menjadi beban dan rasa ercaya dirinya berkurang. Makin lama ia makin dewasa, pribadinya berpola negative, seperti pesimis, m\udah menyerah, dikendalikan keadaan , prasangka, pembenaran, menimpakan kesalahan, dan sibuk dengan alasan. Berbeda dengan individu yang memiliki pribadi positif, yaitu optimis, mengendalikan keadaan, ada kebebasan memilih, punya alternative, partisipatidf, dan mau memperbaiki diri.

Sebagai guru, tentunya akan berhadapan dengan siswa yang berkepribadian negative seperti di atas dan tentunya tidak untuk dibiarkan karena profesi guru adalah amanat. Bagaimanakh menghadapi siswa dengan pola pribadi seperti irtu? Caranya anatar lain dengan cara tidak memvonis, katakana “saya ….” bukan katanya, jangan sungkan untuk apologi jika kesalahan, tumbuhkan citra positif, bersikap mengajak dan bukan memerintah, dan jaga komunikasi non verbal (eksprsi wajah, nada suara, gerak tubuh, dan sosok panutan). Mengapa demikian? Karena cara berkomunikasi akan langsung berkenaan dengan akal dan rasa, yang selanjutnya mempengaruhi poses pembelajaran.

5. Kebermaknaan Belajar
Dalam belajar apapun, belajar efektif (sesuai tujuan) semestinya bermakna. Agar bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar dan melihat tetapi harus dengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya, menjawab, berkomentar, mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi).

Dalam bahasa Sunda ada pepatah “pok-pek-prak” yang berarti bahwa belajar mempunya indikator berkata-pok (bertanya-menjawab-diskusi,presentasi). Mencoba-pek (menyelidiki, meng-identifikasi, menduga, menyimpulkan, menemukan), dan melaksanakan-prak (mengaplikasikan, menggunakan, memanfaatkan, mengembangkan). Tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro (1908) mengemukakan tiga prinsip pembelajaran ing ngarso sung tulodo (jadi pemimpin-guru jadilah teladan bagi siswanya), ing madyo mangun karso (dalam pembelajaran membangun ide siswa dengan aktivitas sehingga kompetensi siswa terbentuk), tut wuri handayani (jadilah fasilitator kegiatan siswa dalam mengembangkan life skill sehingga mereka menjadi pribadi mandiri). Dengan perkataan lain, pembelajaran adalah solusi tepat untuk pelaksanaan kurikulum 2006, dan bukan dengan kegiatan mengajar.

Selanjutnya, Vernon A Madnesen (1983) san Peter Sheal (1989) mengemukakan bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana cbelajar. Jika belajar hanya dngan membaca kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi mencapai 70 %, da belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan besa mencapai 90%.

Drai uraian di atas implikasi terhadap pembelajaran adalah bahwa kegiatan pembelajaran identik dengan aktivitas siswa secara optimal, tidak cukuop dengan mendengar dan melihat, tepai harus dengan hands-on, minds-on, konstruksivis, dan daily life (kontekstual).

6. Konstruksivisme
Dalam paradigma pembelajaran, guru menyajikan persoalan dan mendorong (encourage) siswa untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, berhipotesis, berkonjektur, menggeneralisasi, dan inkuiri dengan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan persoalan yang disajikan. Sehingga jenis komunikasi yang dilakukan antara guru-siswa tidak lagi bersifat transmisi sehingga menimbulkan imposisi (pembebanan), melainkan lebih bersifat negosiasi sehingga tumbuh suasana fasilitasi.

Dalam kondisi tersebut suasana menjadi kondusif (tut wuri handayani) sehingga dalam belajar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuan dan opengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yang lebih baik. Siswa membangun sendiri konsep atau struktur materi yang dipelajarinya, tidak melalui pemberitahuan oleh guru. Siswa tidak lagi menerima paket-paket konsep atau aturan yang telah dikemas oleh guru, melainkan siswa sendiri ang mengemasnya. Mungkin saja kemasannya tidak akurat, siswa yang satu dengan siswa lainnya berbeda, atau mungkin terjadi eksalahan, di sinilah tugas guru memberikan bantuan dan arahan (scalfolding) sebagai fasilitator dan pembimbing. Keslahan siswa merupakan bagian dari belajar, jadi harus dihargai karena hal itu cirinya ia sedang belajar, ikut partisipasi dan tidak menghindar dari aktivitas pembelajaran.

Hal inilah yang disebut dengan konstruksivisme dalam pembelajaran, dan memang pembelajaran pada hakikatnya adalah konstruksivisme, karena pembelajaran adalah aktivitas siswa yang sifatnbya proaktif dan reaktif dalam membangun pengetahuan. Agar konstruksicvisme dapat terlaksana secara optimal, Confrey (1990) menyarankan konstruksivisme secara utuh (powerfull constructivism), yaitu: konsistensi internal, keterpaduan, kekonvergenan, refeleksi-eksplanasi, kontinuitas historical, simbolisasi, koherensi, tindak lanjut, justifikasi, dan sintaks (SOP).

7. Prinsip Belajar Aktif
Ada dua jenis belajar, yaitu belajar secara aktif dan secara reaktif (pasif). Belajar secara aktif indikatornya adalah belajar pada setiap situasi, menggunakan kesempatan untuk meraih manfaat, berupaya terlaksana, dan partisipatif dalam setiap kegiatan. Sedangakan belajar reaktif indikatornya adalah tidak dapat melihat adanya kesempatan belajart, mengabaikan kesempatan, membiarkan segalanya terjadi, menghindar dari kegiatan.

Dari indikator belajar aktif, sesuai dengan pengertian kegiatan pembelajaran di atas, maka prinsip belajar yang harus diterapkan adalah siswa harus sebaga subjek, belajar dengan melakukan-mengkomunikasikan sehingga kecerdasan emosionalnya dapat berkembang, seperti kemampuan sosialisasi, empati dan pengendalian diri. Hal ini bisa terlatih melalui kerja individual-kelompok,diskusi, presentasi, tanya-jawab, sehingga terpuku rasa tanggung jawab dan disiplin diri.

Prinsip belajar yang dikemuakan leh Treffers (1991) adalah memiliki indikatro mechanistic (latihan, mengerjakan), structuralistic (terstrutur, sitematik, aksionmatik), empiristic (pngelaman induktif-deduktif), dan realistic-human activity (aktivitas kehidupan nyata). Prisip tersebut akan terwujud dengan melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan keterlibatan intelektual-emosional, kontekstual-trealistik, konstruksivis-inkuiri, melakukan-mengkomunikasikan, dan inklusif life skill.

D. Model-model Pembelajaran
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.

Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kjondisi yang dihadapi. Akan tetapi sajian yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta sintaks (prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru untuk melakukan penyesuaian, penulis yakin kreativitas para guru sangat tinggi.

1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai makhluq sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).

3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).

Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).

4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dap[at berpikir optimal.

Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri

Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.

7. Problem Posing
Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing, yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.

8. Problem Terbuka (OE, Open Ended)
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjtynya siswa juda diinta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola piker, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.

Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).

Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat reson siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.

9. Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan engetahuan sisap siswa dan engalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi

10. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)
Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

11. Reciprocal Learning
Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.

Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul, membaca-merangkum.

12. SAVI
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indar yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

13. TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.

Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:
a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme kegiatan
b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesewpakatan kelompok.
c. Selanjutnya adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya diperik\sa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
d. Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.

14. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)
Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.

15. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)
Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.

16. TAI (Team Assisted Individualy)
Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab vbelajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.

Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.

17. STAD (Student Teams Achievement Division)
STAD adalah salah sati model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.

18. NHT (Numbered Head Together)
NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.

19. Jigsaw
Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

20. TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

21. GI (Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkem\angan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

22. MEA (Means-Ends Analysis)
Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi

23. CPS (Creative Problem Solving)
Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.

24. TTW (Think Talk Write)
Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laopran hasil presentasi. Sinatknya adalah: informasi, kelompok (membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.

25. TS-TS (Two Stay – Two Stray)
Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok.

26. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending)
Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.

27. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)
Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh

28. SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)
SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual yang relevan.

29. MID (Meaningful Instructionnal Design)
Model ini adalah pembnelajaran yang mengutyamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep

30. KUASAI
Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar, Ambil pemaknaan (mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar.

31. CRI (Certainly of Response Index)
CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dn 5 untuk certain.

32. DLPS (Double Loop Problem Solving)
DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan munculnya masalah tersebut.

Sintaknya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi, analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal, mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi, mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama, menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.

33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)
DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan, dan pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok. Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan, penerapan, dan penutup.

34. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, refleksi.

35. IOC (Inside Outside Circle)
IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan teratur. Sintaksnya adalah: Separu dari sjumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di lingkran luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan seterusnya

36. Tari Bambu
Model pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur. Strategi ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukartan pengalaman dan pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa berdiri berjajar di depoan kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa lainnya berdiri berhadapan dengan kelompok siswa opertama, siswa yang berhadapan berbagi pengalkaman dan pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung salah satui jajaran pindah ke ujunug lainnya pada jajarannya, dan kembali berbagai informasi.

37. Artikulasi
Artikulasi adlah mode pembelajaran dengan sintaks: penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan.

38. Debate
Debat adalah model pembalajaranb dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu setrusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan menambahkannya biola perlu.

39. Role Playing
Sintak dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penimpoulan dan refleksi.

40. Talking Stick
Suintak p[embelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.

41. Snowball Throwing
Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi

42. Student Facilitator and Explaining
Langkah-langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian materi, siswa mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke siswa lainnya, kesimpulan dan evaluasi, refleksi.

43. Course Review Horay
Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi, tanya jawab untuk pemantapan, siswa atau kelompok menuliskan nomor sembarang dan dimasukkan ke dalam kotak, guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak, siswa yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak menjawab jika jawaban benar diberi skor dan siswa menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya, pemberian reward, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

44. Demonstration
Pembelajaran ini khusu untuk materi yang memerlukan peragaan media atau eksperimen. Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran umum materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok, menunjuk siswa atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

45. Explicit Instruction
Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap. Sintaknya adalah: sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan procedural, membimbing pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman dan balikan, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

46. Scramble
Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu jawaban dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok.

47. Pair Checks
Siswa berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban, bertukar peran, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

48. Make-A Match
Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk badak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

49. Mind Mapping
Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal siswa. Sintaknya adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternatiu jawababn, presentasi hasuil diskusi kelompok, siswa membuat kesimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan refleksi.

50. Examples Non Examples
Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel atau pakai OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian, diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, valuasi dan refleksi.

51. Picture and Picture
Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan gambar kegiatan berkaitan dengan materi, siswa (wakil) mengurutkan gambar sehingga sistematik, guru mengkonfirmasi urutan gambar tersebut, guru menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

52. Cooperative Script
Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi bahan ajar, siswa mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi oleh salah seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

53. LAPS-Heuristik
Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bertisfat tuntunan dalam rangaka solusi masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan kata Tanya apa masalahnya, adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan pengecekan.

54. Improve
Improve singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery, Verivication, Enrichment. Sintaknya adalah sajian pertanyaan untuk mengantarkan konsep, siswa latian dan bertanya, balikan-perbnaikan-pengayaan-interaksi.

55. Generatif
Basi gneratif adalah konstruksivisme dengan sintaks orintasi-motivasi, pengungkapan ide-konsep awal, tantangan dan restruturisasi sajiankonsep, aplikasi, ranguman, evaluasi, dan refleksi

56. Circuit Learning
Pembelajaran ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang. Sintaknya adalah kondisikan situasi belajar kondusif dan focus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya-peta konsep-bahasa khusus, Tanya jawab dan refleksi

57. Complete Sentence
Pembelajaran dengan model melengkapi kalimat adalah dengan sintakas: sisapkan blanko isian berupa aparagraf yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelompok, LKS dibagikan berupa paragraph yang kaliatnya belum lengkap, siswa berkelompok melengkapi, presentasi.

58. Concept Sentence
Prosedurnya adalah penyampaian kompetensi, sajian materi, membentuk kelompok heterogen, guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan ajar, tia kelompok membeuat kalimat berdasarkankata kunci, presentasi.

59. Time Token
Model ini digunakan (Arebds, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Langkahnya adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi, tiap siswa diberi kupon bahan pembicaraan (1 menit), siswa berbicara (pidato-tidak membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah selesai kupon dikembalikan.

60. Take and Give
Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks, siapkan kartu dengan yang berisi nama siswa – bahan belajar – dan nama yang diberi, informasikan kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap siswa disuruh berdiri dan mencari teman dan saling informasi tentang materi atau pendalaman-perluasannya kepada siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu, dan seterusnya dengan siswa lain secara bergantian, evaluasi dan refleksi

61. Superitem
Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat-bertahap dari simpel ke kompleks, berupa opemecahan masalah. Sintaksnya adalah ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi, berikan latihan soal bertingkat, berikan sal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi informasi, integrasi, dan hipotesis.

62. Hibrid
Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep. Sintaknya adalah pembelajaran ekspositori, koperatif-inkuiri-solusi-workshop, virtual workshop menggunakan computer-internet.

63. Treffinger
Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks: keterbukaan-urun ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.

64. Kumon
Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual, dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah: sajian konsep, latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing.

65. Quantum
Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orkestra-simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha siswa diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBak, alami-dengan dunia realitas siswa, namai-buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.

Rumus quantum fisika asdalah E = mc2, dengan E = energi yang diartikan sukses, m = massa yaitu potensi diri (akal-rasa-fisik-religi), c = communication, optimalkan komunikasi + dengan aktivitas optimal.

E. Penutup
Kehidupan akan terasa indah ap[abila ada variasi, sebaliknya akan terasa membosankan jika segalanya monoton tak berubah. Perubahan kea rah perbaikan adalah tuntutan alamiah yang menjadi kebutuhan setiap insane dalam setiap kehidupan.

Manusia telah dibekali akal dan rasa untuk berkreasi, menciptakan inovasi, agar segalanya berubah ke arah yang lebih baik dengan ikhtiar mulai dari diri sendiri. Begitu pulal dalam pembelajaran, penciptaan suasan kondusif perlu dilakukan, karena unsur rasa dalam berpikir selalu turut serta dan tak bisa dipisahkan. Oleh karena itu penciptaan suasana kondusif perlu dilakukan sehingga dalam belajar siswa tidak lagi merasa cemas, tidak lagi takut dalam berpartisipasi, tidak lagi dirasakan sebagai kewajiban, melainkan memnjadi kesadaran dan kebutuhan, dalam suasana perasaan yang nyaman dan menyenangkan.

Salah satu cara untuk menciptakan suasan yang nyaman dan menyenangkan sert terhndar dari kevbiosanan adalah dengan memahami dan melaksanakan model belajar yang dilakukan siswa, komunikasi positif yang efektif, dan model pembelajaran yang inovatif. Semoga.

Drs. H. Erman Suherman, M.Pd.
Dosen tetap pada FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung

Daftar Pustaka
Ary Ginanjar Agustian (2002). Emotional Spritual Quotient (ESQ). Jakarta: Arga.
Burton, L (1993). The Constructivist Classroom Education in Profile. Perth: Edith Cowan University.
Buzan, Tony (1989). Use Both Sides of Yoru Brain, 3rd ed. New York: Penguin Books.
Cord (2001). What is Contextual Learning. WWI Publishing Texas: Waco.
De Porter, Bobbi (1992). Quantum Learning. New York: Dell Publishing.
Ditdik SLTP (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL). Jakarta.:Depdiknas.
Erman, S.Ar., dkk. (2002). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-FPMIPA.
Gardner, Howard (1985). Frame of Mind: The Theory of Multiple Ilntelligences. New York: Basic Bools.
Goleman, Daniel (1995). Emotional Intelligence. New York: Bantam Books.
Sumber: Educare: Jurnal Pendidikan dan Budaya, Vol. 5, No. 2